Pengembangan Lobster Dilakukan di Lampung untuk Mencegah Ekspor Benur

by -124 Views
Pengembangan Lobster Dilakukan di Lampung untuk Mencegah Ekspor Benur

Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menyatakan bahwa wilayah Lampung akan menjadi pusat pengembangan lobster. Untuk itu, ia berharap untuk membangun sentra lobster yang bertujuan untuk mencegah penyelundupan benih bening lobster (BBL) atau benur keluar dari Provinsi Lampung.

“Akan dibuat aturan penegakan hukum agar benih lobster tidak keluar Lampung,” ujar Arinal Djunaidi dalam sebuah diskusi fokus grup di Bandar Lampung, pada Senin (30/10/2023).

Menurut Arinal, Provinsi Lampung memiliki potensi pengembangan budidaya lobster, terutama di wilayah Pesisir Barat. Potensi ini akan berdampak positif terhadap kesejahteraan petani, petambak, dan nelayan di daerah tersebut.

Selama ini, BBL yang ditangkap oleh orang tidak bertanggung jawab dibawa ke Bandara Radin Inten II Branti Lampung untuk kemudian dikeluarkan ke luar negeri melalui Bengkulu dan Jambi baru dikirim ke Vietnam. Lalu, lobster tersebut diperjualbelikan di Jakarta setelah kembali dari luar negeri.

Ke depannya, Arinal berharap hasil budi daya lobster ini akan dikonsumsi di dalam negeri terlebih dahulu sebelum diekspor. “Kita membangun pengembangan lobster di Lampung untuk Indonesia, kemudian baru di ekspor,” tandas Arinal.

Pakar Sumber Daya Alam dan Laut, Rokhmin Dahuri, menyatakan bahwa produksi lobster di Lampung pada tahun 2021 mencapai 48.734 ton. Hal ini menyumbangkan 0,98% dari total produksi nasional, sehingga Lampung berada di peringkat ke-20 secara nasional.

Rokhmin juga membagi produksi lobster di Lampung pada tahun 2021 menjadi 11.100 ton berasal dari budidaya perikanan, dan 37,63 ton berasal dari tangkapan laut.

Dalam hal harga, Rokhmin menyebutkan bahwa sejak tahun 2015, harga jual BBL ekspor lebih mahal 5-10 kali lipat dari harga budi daya lobster dalam negeri.

Menurutnya, kebijakan larangan penangkapan BBL untuk ekspor dan budidaya berdasarkan Permen KP Nomor 56/2016 telah menyebabkan maraknya ekspor BBL ilegal. Hal ini merugikan negara hingga triliunan rupiah setiap tahunnya.

Rokhmin juga menambahkan bahwa harga BBL di Vietnam lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual BBL dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh kapasitas pembudidayaan lobster di Vietnam yang lebih baik dengan survival rate 70% dan ukuran lobster sebesar 300 gram per ekor. Sementara di Indonesia, survival rate hanya 30% dengan ukuran yang sama.

Untuk itu, Rokhmin meyakini bahwa kebijakan larangan ekspor BBL akan efektif jika Ditjen Bea dan Cukai, Polri, TNI, dan penegak hukum lainnya bekerja sama dan tulus hati serta tidak memberikan celah bagi penyelundup BBL untuk diekspor.