Pemerintah Targetkan Angka Perkawinan Anak Turun Menjadi 8.74 Persen pada 2024
JAKARTA- Pemerintah menargetkan angka perkawinan anak turun hingga 8.74 persen pada 2024 dan 6.94 persen pada 2030, kata Kasubdit Bina Keluarga Sakinah Kementerian Agama (Kemenag) Agus Suryo Suripto.
“Kami targetkan angka kawin anak turun hingga 8.74 persen pada 2024 dan 6,94 persen pada 2030,” ucapnya melalui keterangan di Jakarta, Ahad (19/11/2023).
Untuk mencapai target tersebut, lanjutnya, Kemenag memiliki Program Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) untuk memberi pemahaman pendidikan keluarga bagi kalangan remaja.
“Program BRUS ini merupakan tindakan kecil, namun kami harapkan akan berdampak besar bagi kemajuan bangsa. Tindakan kecil untuk dampak yang besar, kontribusi penting bagi kemajuan Indonesia,” katanya.
Menurutnya, perkawinan anak merupakan salah satu persoalan serius yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan anak. Perkawinan anak juga dapat menyebabkan tengkes (stunting), putus sekolah, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Suryo berharap Program BRUS juga dapat memberi pemahaman kepada remaja tentang pentingnya menunda usia pernikahan dan menjaga kesehatan reproduksi.
“BRUS juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas keluarga sakinah,” ujarnya.
Menilik data perkawinan anak dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS, tercatat angka perkawinan anak di Indonesia cukup tinggi mencapai 1,2 juta kasus. Dari jumlah tersebut proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin sebelum umur 18 tahun sebanyak 11,21 persen dari total jumlah anak.
Artinya, kata dia, sekitar 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah saat usia anak. Jumlah ini berbanding kontras dengan laki-laki yang satu dari 100 laki-laki berumur 20-24 tahun menikah saat usia anak.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menepis anggapan bahwa menikah dini lebih baik daripada berbuat zina. Selama ini masih ada sebagian masyarakat yang menganggap daripada berzina maka lebih baik dinikahkan.
“Kami punya penyuluh KB dan kader KB di lapangan, kelompok kegiatan seperti Bina Keluarga Balita (BKB) maupun Bina Keluarga Remaja (BKR) akan menjadi ujung tombak untuk menyampaikan pesan-pesan pembinaan keluarga dan menanamkan delapan fungsi keluarga,” kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian.
Menurutnya, untuk menghindari pernikahan dini dan seks bebas lebih efektif dan strategis untuk dicegah dari hulu, sehingga seluruh komponen masyarakat termasuk media juga memiliki peran penting untuk menyebarluaskan berbagai risiko yang akan ditimbulkan dari menikah dini.