Prabowo Subianto: Kebijakan Tetangga Baik

by -143 Views
Prabowo Subianto: Kebijakan Tetangga Baik

Prabowo menunjukkan kekuatan dalam logika geopolitik. Pada presentasinya, dia mengingatkan pada posisi geografis Indonesia yang strategis. Menurut Prabowo, Indonesia memiliki keunggulan karena menjadi salah satu titik yang dilewati oleh rute perdagangan internasional.

Dalam memanfaatkan keunggulan tersebut, Prabowo menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk berperan sebagai tetangga yang baik bagi negara-negara di sekitarnya. Dia mengutip prinsip “seribu teman tidak cukup, satu musuh terlalu banyak” untuk menekankan strategi kebijakan luar negeri Indonesia dalam menjalin hubungan baik dan mengurangi konflik dengan negara-negara lain.

Prabowo juga memberikan contoh keberhasilan negara-negara Timur dalam mengatasi kemiskinan, seperti kemajuan Tiongkok dalam mengurangi angka kemiskinannya dalam 50 tahun terakhir. Menurut Prabowo, Indonesia seharusnya belajar dari kesuksesan negara-negara non-Barat dalam memberantas kemiskinan, dengan tetap memperhitungkan kondisi Indonesia saat ini.

Dia juga menegaskan bahwa keberhasilan Indonesia dalam mengatasi kemiskinan dapat meningkatkan peran Indonesia sebagai pemimpin di kawasan dan di dunia.

Prabowo juga menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia akan tetap mengikuti prinsip bebas-aktif, dan menjadikan Indonesia sebagai negara non-blok dan non-terikat. Dia meyakini peran Indonesia sebagai jembatan antara kekuatan-kekuatan besar.

Selain itu, Prabowo akan menjaga hubungan baik dengan negara sahabat, memperkuat kepemimpinan di kawasan, dan mempromosikan dialog, perdamaian, dan kompromi dalam kerja sama internasional. Dalam kerja sama dengan negara-negara besar, Prabowo menjamin bahwa sikap non-terikat Indonesia akan diterapkan dalam keterbukaan kerja sama dengan pihak manapun yang sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia.

Prabowo juga menyoroti pentingnya kesetaraan dalam hubungan antar-negara dalam berbagai isu.

Penulis: Broto Wardoyo, Kirana Virajati, Nida Rubini
Tim Riset Analisis Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi, Program Pascasarjana Hubungan Internasional, Universitas Indonesia