Masyarakat Menginginkan Agar Timah Harta Koruptor Disita

by -175 Views
Masyarakat Menginginkan Agar Timah Harta Koruptor Disita

JAKARTA — Masyarakat menginginkan agar hukuman yang dijatuhkan pada para koruptor kasus Timah adalah disita seluruh hartanya. Mereka percaya Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menyelesaikan perkara ini sampai tuntas.

Hal ini merupakan hasil survei yang dilakukan Indikator Politik yang diselenggarakan pada 4-5 April 2024. Adapun survei dilakukan melalui telepon terhadap 1.201 responden yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam survei Indokator Politik ditanyakan tentang hukuman paling pantas untuk pihak yang terlibat kasus timah. Mayoritas responden menyebut menyita seluruh hartanya (44,3 persen). Jawaban lain adalah penjara seumur hidup (27 persen), dicabut usahanya (11.8 persen), penjara hingga 10 tahun (0,9 persen), penjara hingga 5 tahun (0,7 persen), penjara hingga 20 tahun (0,7 persen), lainnya (4,8 persen) dan tidak jawab (9,7 persen).

Kejagung dalam penyidikan kasus ini menyebut kerugian negara kasus timah mencapai Rp.271 triliun. Direktur Indikator, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan, masyarakat pun mayoritas percaya kerugian negara mencapai Rp.271 triliun (62,7 persen). Sedangkan yang tidak percaya 22 persen.

“Kejaksaan masih harus meyakinkan publik karena masih ada 22 persen yang tidak percaya besarnya kerugian sebesar itu,” ungkap Burhanuddin, saat memaparkan survei, Ahad (21/4/2024).

Berbanding lurus dengan kepercayaan publik yang tinggi terhadap Kejagung, menurut Burhanuddin, dalam perkara penanganan timah inipun mayoritas responden percaya Kejagung akan menyelesaikan kasus ini (67,6 persen). Sedang yang tidak percaya sebesar 29,2 persen.

Tenaga Ahli Jaksa Agung, Barita Simanjuntak, mengatakan penanganan kasus timah tidak hanya sampai pada tindak pidananya. Penanganannya sampai pada mengejar aliran dana, menyita dan merampas asetnya.

“Makanya ada tindakan penyitaan. Sandra Dewi (istri tersangka Harvey Moeis) diverifikasi hartanya sebagai orang yang punya penghasilan. Mana yang bagian TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) suaminya, mana yang menjadi kekayaan pribadinya (Sandra Dewi),” kata Barita.

Dikatakannya juga, dalam proses pembuktian dan putusan di pengadilan, bisa menjadi preseden penting yang mempengaruhi penegakkan hukum di bidang tambang dan mineral.

Pengamat hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, mengatakan, sekalipun Indoensia belum memiliki UU Perampasan Aset, namun langkah perampasan aset bisa dilakukan. Ini mengacu pada pasal 18 UU Tipikor, yang mengatur tentang perampasan benda bergerak atau tidak bergerak yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

“Meski belum ada UU, maka untuk mengembalikan keuangan negara, mengembalikan perekonomian nasional dapat diterapkan dengan pidana tambahan. Di sisi lain dapat diterapkan TPPU,” kata Suparji.

Dengan demikian, menurut Suparji, Kejagung harus segera melakukan penyitaan-penyitaan. Sehingga ketika sudah ada keputusan maka ada barang yang bisa dijadikan pengganti kerugian negara.

“Jaksa Agung menekankan keberhasilan proses penegakkan hukum korupsi tidak sekadar memenjarakan terpidana. Jaksa Agung tidak akan puas tanpa dilengkapi kemampuan mengembalikan kerugian negara,” ungkapnya.
Sumber: Republika