Baru Dirilis, Pengelolaan Situs Prasejarah di Bulu Sipong akan Ikuti Dokumen Rencana Pengelolaan Warisan Budaya CHMP

by -243 Views
Baru Dirilis, Pengelolaan Situs Prasejarah di Bulu Sipong akan Ikuti Dokumen Rencana Pengelolaan Warisan Budaya CHMP
Tim dari Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX melakukan kajian pada lukisan dinding gua prasejarah di Bulu Sipong, Pangkep, Sulsel(Dok Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX)

KONSERVASI warisan arkeologi dan budaya di Bulu Sipong IV, Pangkep, Sulawesi Selatan mendapat apresiasi dan sambutan positif dari SPAFA International Conference on Southeast Asian Archaeology and Fine Arts (SPAFACON) 2024. Pengelolaan situs prasejarah Bulu Sipong akan diatur dalam Dokumen Rencana Pengelolaan Warisan Budaya (CHMP).

SPAFACON merupakan forum internasional untuk berbagi dan memperbarui pengetahuan arkeologi serta budaya dan seni di Asia Tenggara. Agenda tahunan ini diselenggarakan oleh Pusat Arkeologi dan Seni Rupa Regional, Organisasi Menteri Pendidikan Asia Tenggara (SEAMEO SPAFA). Pada 2024, penyelenggaraan SPAFACON berlangsung selama lima hari pada 10-14 Juni 2024, di Bangkok, Thailand.

Akademisi Universitas Hassanudin Dr Yadi Mulyadi menyampaikan, Karst Maros-Pangkep di Sulawesi Selatan kaya akan situs seni cadas yang terkenal sebagai lukisan gua tertua di dunia. 

Baca juga : Wali Kota Makassar Ramdhan Pomanto Akui Bahas Pilgub Sulsel Bersama Jokowi

“Pada menara karst terdapat banyak tempat tinggal atau perlindungan alami yang dibuat dari bebatuan dengan gambar binatang dan manusia berusia lebih dari 40.000 tahun. Daerah sekitarnya juga memiliki situs-situs yang menyimpan peralatan kuno terbuat dari batu,” kata Yadi Mulyadi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan (kini Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX) dan Badan Pengelola Geopark Maros-Pangkep pada 2018, didapati bahwa beberapa situs prasejarah tersebut di antaranya berada dalam konsesi tambang tanah liat yang dikelola oleh anak perusahaan PT SIG, PT Semen Tonasa.

Kawasan Bulu Sipong seluas 31,64 hektare atau 11,3% dari total lahan tambang seluas 280 hektare atas rekomendasi SIG ditetapkan sebagai kawasan konservasi.

Baca juga : Curhat ke Jokowi, Petani di Bone Sulsel Bersyukur Terhindar Kekeringan

Upaya yang telah dilakukan dalam pengelolaan Bulu Sipong, antara lain dengan pemantauan getaran dan udara ambien secara berkala oleh pihak ketiga. Hasilnya, nilai getaran terjaga di bawah standar nasional untuk bangunan cagar budaya, begitu pula kualitas udara ambien di sekitar situs yang juga terjaga sesuai standar Kementerian Lingkungan Hidup. 

CHMP atau dokumen kajian yang merinci kebijakan yang tepat dalam segi pengelolaan warisan budaya baik tangible maupun intangible heritage kemudian dirilis, sehingga culture value dari kawasan tersebut tetap dapat dipertahankan hingga di masa yang akan datang. 

CHMP akan berfungsi sebagai panduan pengelolaan warisan budaya yang dimiliki oleh Perusahaan, termasuk Bulu Sipong yang merupakan situs cagar budaya, sehingga dapat dikelola dengan baik secara berkelanjutan dengan tetap mempertimbangkan nilai-nilai budaya yang ada.

CHMP ditetapkan melalui serangkaian hasil penelitian literatur, Focus Group Discussion (FGD) dan observasi lapangan yang melibatkan Badan Pengelola UNESCO Global Geopark Maros-Pangkep, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Hasanuddin, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XIX, para pakar arkeologi, antropologi, geologi, keanekaragaman hayati, pariwisata serta berbagai pemangku kepentingan lainnya.

Di kawasan tersebut, dilakukan penanaman 409 tanaman endemik dan total 863 tanaman untuk menambah keanekaragaman flora di Taman Kehati, di antaranya eboni (diospyros celebica), kayu kuku (pericopsis mooniana), dan bitti (vitex cofassus) yang merupakan tanaman endemik lokal. Kemudian ada juga beragam tanaman buah seperti jeruk, mangga, kelapa, rambutan, alpokat, durian dan sawo. (H-2)
 

Source link