Pemenuhan Gizi Anak Program MBG Harus Tepat sesuai Masalah Gizi di Daerah

by -126 Views
Pemenuhan Gizi Anak Program MBG Harus Tepat sesuai Masalah Gizi di Daerah
Ibu rumah tangga menggendong anak balita saat pembagian makanan bergizi untuk menurunkan penderita gizi buruk di Serang, Rabu (26/6/2024)(ANTARA/Asep Fathulrahman)

DOKTER dan ahli gizi masyarakat, Tan Shot Yen menjelaskan dalam upaya memenuhi gizi anak harus dilakukan kajian atau penilaian tentang masalah gangguan gizi di setiap daerah.

Program makan bergizi gratis (MBG) haru menyesuaikan kebutuhan gizi anak di tiap daerah, menyesuaikan dengan harga bahan pokok, hingga dapat mengubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya memberi asupan yang bergizi pada anak.

Pada dasarnya setiap daerah tidak memiliki masalah gizi yang sama. Mayoritas yang muncul adalah soal pola asuh. Dari kecil anak dibiarkan orang tua makan apa yang disukai anak bukan yang dibutuhkan tubuh.

Baca juga : Penurunan Angka Stunting Dilakukan Lewat Kolaborasi Lintas Sektor

“Bayangkan jika setelah usia sekolah kita paksakan menu bergizi yang menurut kita baik dan benar tapi penerimaan atau respon konsumen anak tidak positif,” kata Tan Shot Yen saat dihubungi, Minggu (21/7).

Ia juga menjelaskan membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul tidak hanya cukup 1 kali makan saja. Diperlukan makan 3 kali sehari dengan kandungan gizi yang seimbang.

“Sehingga membantu upaya pencapaian SDM unggul sulit dijawab sebab rencananya program tersebut dimulai di berbagai daerah, bagaimana harga-harga bahan pangan di sana? apakah bisa diterima dengan warga lokal? bagaimana dengan selera,” ujar dia.

Baca juga : PTPN IV Regional I Dukung Program Pengentasan Stunting di Sumut

Kemudian penyedia makanan yang dilakukan sekolah seharusnya sudah memiliki dapur mandiri. Sayangnya masih banyak yayasan dan sekolah tidak paham terkait pangan sehat. Kantin dan penjual makanan di luar seolah masih menjual makanan dan minuman dengan tinggi gula, garam, dan lemak.

Selanjutnya terkait vendor atau penyedia makanan jadi harus memenuhi syarat Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP).

“Jangan sampai ada keracunan massal. Atau demi tekan harga lalu bahan pangan dicari yang sudah tidak layak konsumsi lagi, Telur yang sudah retak, kecap yang kedaluwarsa dan sebagainya,” pungkasnya.

Source link