Dalil-Dalil Tahlilan terkait Baca Yasin, Hitungan Hari, Memberi Makan

by -104 Views
Dalil-Dalil Tahlilan terkait Baca Yasin, Hitungan Hari, Memberi Makan
Dalil-Dalil Tahlilan terkait Baca Yasin, Hitungan Hari, Memberi Makan
Ilustrasi.(Dok MI)

SEBAGIAN orang menganggap bahwa tahlilan merupakan bidah. Tahlilan ialah aktivitas membaca Al-Qur’an, zikir, dan doa yang digelar keluarga yang baru saja kehilangan anggotanya yang meninggal dunia. Tahlilan dianggap bidah karena tidak dicontoh Nabi Muhammad SAW, para sahabat, tabiin, dan pengikut tabiin.   

Hal lain yang dituduhkan pada tahlilan, selain tidak berdasarkan dalil, yaitu dianggap rujukannya dari kitab agama Hindu. Padahal para ulama ahlussunah waljamaah mengemukakan dalil-dalil tahlilan yang biasa digelar pada 3 hari, 7 hari, 25 hari, 40 hari, 100 hari, setahun, dan 1.000 hari. 

Sejumlah dalil itu tertuang dalam kitab-kitab ulama ahlus sunnah wal jamaah. Berikut pemaparan dari kitab-kitab ulama ahlussunnah wal jamaah tentang dalil tahlilan.

Baca juga : Bacaan Tahlilan dalam Bahasa Arab, Latin, dan Terjemahannya

Dalil tahlilan pertama

Dalil pertama ini menolak anggapan membaca Surat Yasin untuk orang meninggalkan tidak memiliki dalil.

عَنْ سَيِّدِنَا مَعْقَلْ بِنْ يَسَارْ رَضِيَ الله عَنْهُ اَنَّ رَسُولَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : يس قَلْبُ اْلقُرْانْ لاَ يَقرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ وَالدَّارَ اْلاَخِرَة اِلاَّ غَفَرَ اللهُ لَهُ اِقْرَؤُهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ )رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدْ, اِبْنُ مَاجَهْ, اَلنِّسَائِى, اَحْمَدْ, اَلْحَكِيْم, اَلْبَغَوِىْ, اِبْنُ اَبِىْ شَيْبَةْ, اَلطَّبْرَانِىْ, اَلْبَيْهَقِىْ, وَابْنُ حِبَانْ 

Dari sahabat Ma’qal bin Yasar RA bahwa Rasulallah SAW bersabda, “Surat Yasin ialah pokok dari Al-Qur’an, tidak dibaca oleh seseorang yang mengharap rida Allah kecuali diampuni dosa-dosanya. Bacakanlah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian. (HR Abu Dawud dan lain-lain).

Baca juga : Tafsir Al-Fatihah Ayat 5 terkait Ibadah dan Meminta Pertolongan

Dalil tahlilan kedua

Dalil tahlilan kedua merujuk pada kitab Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Halaman 198. Kitab ini karya al-Imam al-Hafizh Jalaluddin Abdul Rahman bin Abu Bakr bin Muhammad al-Suyuthi (911 H) atau Imam Suyuthi. 

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨

Rasulullah SAW bersabda, “Doa dan sedekah itu hadiah kepada mayit.”

Baca juga : Enam Keutamaan Lailatulkadar, Waktu Terjadi, Tanda, dan Ibadahnya

Berkata Umar, “Sedekah setelah kematian, pahalanya sampai tiga hari dan sedekah dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari dan sedekah di hari ketujuh akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 hari sampai 40 hari lalu sedekah di hari ke-40 akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai pada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1.000 hari.”

Kita lihat jumlah-jumlah harinya yaitu 3, 7, 25, 40, 100, setahun, dan 1.000 hari jelas ada dalilnya. 

Dalil tahlilan ketiga

Memberi makan saat ada yang meninggal dicontohkan para sahabat Nabi Muhammad SAW.

Baca juga : Tafsir Surat Al-Ma’idah Ayat 35 tentang Wasilah dan Tawasul

ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎما، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ

Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan kepada Shuhaib untuk memimpin salat dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang. Ketika hidangan–hidangan ditaruhkan, orang-orang tak mau makan karena sedihnya. 

Berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib, “Wahai hadirin, sungguh telah wafat Rasulullah SAW dan kita makan serta minum setelahnya. Lalu wafat Abubakar dan kita makan serta minum sesudahnya. Ajal itu ialah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini!” 

Lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan. Orang–orang pun lantas mengulurkan tangan masing–masing dan makan.

Hal itu dapat dirujuk pada Kitab Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 halaman 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 halaman 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 halaman 29, Tarikh Dimasyq juz 26 halaman 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 halaman 110.

Dalil tahlilan keempat

Dalil ini dikemukakan kembali oleh Imam As-Suyuthi dalam Kitab Al-Hawi li al-Fatawi.

ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ : ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ

Imam Thawus berkata, “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kubur mereka selama tujuh hari. Karenanya, mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”

ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ : ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ , ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ

Dari Ubaid bin Umair, ia berkata, “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafik memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin, ia difitnah selama tujuh hari. Sedangkan seorang munafik disiksa selama 40 hari.”

Dalil tahlilan kelima

Dalil ini ada dalam Tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i), 774 H. Ia mengomentari ayat 39 Surat An-Najm (IV/236: Dar el Quthb) bahwa Imam Syafi’i berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tetapi di akhir-akhirnya beliau berkomentar lagi.

ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ

Bacaan Al-Qur’an yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai. Menurut Imam Syafi’i, pada waktu beliau masih di Madinah dan Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi bahwa bacaan Al-Qur’an tidak sampai ke mayit. Setelah beliau pindah ke Mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan Al-Qur’an yang dihadiahkan ke mayit sampai dengan ditambah berdoa, “Allahumma awshil…dan seterusnya.” Lalu murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid-murid Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan Al-Qur’an sampai.

Dalil tahlilan keenam

Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan hal itu. Ini tertuang dalam Kitab Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315.

ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ. ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .

Adapun sedekah untuk mayit, ia boleh mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam. Semua itu terkandung dalam beberapa hadis sahih dari Nabi SAW seperti perkataan sahabat Sa’ad, “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah. Apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” Beliau menjawab, “Ya.” Begitu juga bermanfaat bagi mayit yakni haji, kurban, memerdekakan budak, doa, dan istighfar kepadanya. Ini tanpa perselisihan di antara para imam.

Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkan menyampaikan hadiah pahala salat, puasa, dan bacaan Al-Qur’an kepada mayit. Ini dikutip dari Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322.

ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺍُﻫْﺪِﻱَ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺻِﻴﺎَﻡٍ ﺍَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺍَﻭْ ﻗِﺮَﺋَﺔٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚَ

Jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala salat, atau pahala bacaan (Al-Qur’an/kalimah thayyibah), hukumnya diperbolehkan.

Dalil tahlilan ketujuh

Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari mazhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi, menegaskan tentang tahlilan. Rujukannya di Kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258.

ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻤْﻜُﺚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪُّﻓْﻦِ ﺳَﺎﻋَـﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻝُﻩَ. ﻧَـﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻗَﺎﻟﻮُﺍ: ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺊٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃَﻥِ ﻭَﺍِﻥْ خَتَمُوْا اْلقُرْآنَ كَانَ اَفْضَلَ ) المجموع جز 5 ص 258

Disunahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendoakan dan memohonkan ampunan kepadanya. Pendapat ini disetujui oleh Imam Syafii dan pengikut-pengikutnya. Bahkan pengikut Imam Syafii mengatakan, “Sunah dibacakan beberapa ayat Al-Qur’an di samping kubur si mayit dan lebih utama jika sampai mengkhatamkan Al-Qur’an.”

Selain paparannya di atas, Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini.

ﻭَﻳُـﺴْـﺘَﺤَﺐُّ ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ﺍَﻥْ ﻳُﺴَﻠِّﻢَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺰُﻭْﺭُﻩُ ﻭَﻟِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺍَﻫْﻞِ ﺍْﻟﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ. ﻭَﺍْﻻَﻓْﻀَﻞُ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺑِﻤَﺎ ﺛَﺒـَﺖَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻭَﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃٰﻥِ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻭَﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ. (ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ 5 ص 258 )

Dan disunahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendoakan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur. Salam dan doa itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad SAW dan disunahkan pula membaca Al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdoa untuknya. Keterangan ini di-nash-kan oleh Imam Syafii (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya.

Dalil tahlilan kedelapan

Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari mazhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Ini ada dalam al-Mughny II/566.

ﻗَﺎﻝَ : ﻭَﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮﺍَﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﺍَﺣْﻤَﺪَ ﺍَﻧَّـﻪُ ﻗَﺎﻝَ: ﺍِﺫﺍَ ﺩَﺧَﻠْﺘﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺍِﻗْﺮَﺋُﻮْﺍ ﺍَﻳـَﺔَ ﺍْﻟﻜُـْﺮﺳِﻰِّ ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﺣَﺪٌ ﺛُﻢَّ ﻗُﻞْ ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍِﻥَّ ﻓَﻀْﻠَﻪُ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ

Al-Imam Ibnu Qudamah berkata, “Tidak mengapa membaca (ayat-ayat Al-Qur’an atau kalimah tayibah) di samping kubur. Hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau berkata, “Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Ahad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan doa, ‘Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.'”

Demikianlah beberapa dalil terkait tahlilan. Masih ada beberapa lagi dalil lain tentang tahlilan. Banyaknya dalil dari hadis Nabi sert pendapat para sahabat dan ulama saleh memperkuat tahlilan. Semoga bermanfaat. (Z-2)

Source link