LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SOETOMO (BUNG TOMO)]

by -33 Views
LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SOETOMO (BUNG TOMO)]

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]

Ketika Rakyat Surabaya menerima ultimatum dari pasukan Inggris, Bung Tomo menjawab dengan teriakan menggelegar: ‘Allahuakbar’ dan ‘Merdeka atau mati’.

Kualitas kepemimpinan Bung Tomo dapat dilihat dalam pidatonya yang disiarkan oleh RRI Surabaya pada November 1945. Kabarnya, pidatonya disiarkan terus menerus sampai pemuda Surabaya meraih kemenangan melawan Pasukan Sekutu. Mungkin tanpa pidato ini dan keterampilan berbicara Bung Tomo, Indonesia tidak akan menjadi bangsa merdeka seperti sekarang.

Pada tanggal 10 November 1945, dan selama sepuluh hari berikutnya, rakyat Surabaya bertempur dalam pertempuran sengit di dan sekitar Surabaya, yang sekarang terkenal sebagai Kota Pahlawan.

Saat membaca tentang catatan sejarah hari-hari itu, seseorang tidak dapat tidak kagum dan bangga.

Pada awal berdirinya Republik, ketika Indonesia masih kekurangan persenjataan, rakyat, terutama para pemuda arek-arek Suroboyo, memilih untuk tidak tunduk pada ancaman dan ultimatum yang dikeluarkan oleh pemenang Perang Dunia II.

Pada saat itu, Tentara Inggris mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya. Jika, dalam waktu 24 jam, para pemuda Surabaya tidak meletakkan senjata dan meninggalkan kota, Tentara Inggris akan menghancurkannya dengan kekuatan besar dari tank, kapal perang, dan pesawat mereka.

Kita dapat membayangkan beratnya pernyataan tersebut. Ultimatum ini diberikan oleh tentara yang baru saja memenangkan Perang Dunia II. Namun, leluhur kita, dalam usia yang sangat muda, menolak untuk diintimidasi. Mereka bahkan tidak bergeming. Mereka menolak ultimatum yang sombong.

Sebaliknya, mereka berteriak ‘Allahuakbar’ dan ‘Merdeka atau Mati’. Mereka memilih untuk melawan Pasukan Inggris daripada menyerah dan tunduk kepada mereka.

Arek-arek Suroboyo, para pemuda Surabaya, sungguh patut kita kagumi dan hormati. Negara-negara yang mencemooh kita sebagai lemah, tertinggal, dan malas menyaksikan bagaimana orang Indonesia tidak terintimidasi melalui ancaman, intimidasi, dan pasukan bersenjata asing.

Pada tanggal 10 November dan hari-hari berikutnya, Tentara Inggris menghantam Surabaya dari setiap arah. Akibatnya, puluhan ribu orang Indonesia kehilangan nyawa. Salah satu perkiraan mengatakan kerugian lebih dari 40.000 jiwa. Namun, arek-arek Suroboyo, pejuang kita, menolak untuk menyerah, meskipun menderita korban berat. Meskipun jenazah berserakan di jalanan dan selokan, dan sungai berubah menjadi merah dengan darah. Di Surabaya, para pejuang kita, pemuda kita, didukung oleh seluruh rakyat Surabaya, terus bertarung dengan penuh keberanian di tengah hujan peluru dan hujan artileri berat.

Dalam pertempuran ini, selain Gubernur Suryo, yang kisahnya telah saya ceritakan sebelumnya, dan Hario Kecik, yang akan saya ceritakan, Bung Tomo menjadi sosok sentral dan berpengaruh yang memimpin dari garis depan.

Soetomo, atau Bung Tomo seperti banyak orang panggil, lahir di Surabaya pada tahun 1920. Pada masa muda, ia adalah seorang wartawan lepas dengan harian Soeara Oemoem, harian Ekspres, mingguan Pembela Rakyat, dan majalah Poestaka Timoer.

Pada tahun 1944, ia dipilih sebagai anggota Gerakan Rakyat Baru dan administrator Pemuda Republik Indonesia di Surabaya. Selain itu, pada bulan Oktober 1945, Bung Tomo juga memimpin Front Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) di Surabaya. Inilah awal keterlibatannya dalam Pertempuran 10 November. Dengan posisinya, ia bisa mengakses stasiun radio yang memainkan peran vital dalam penyiaran pidatonya yang penuh semangat untuk membangkitkan semangat orang untuk berjuang dan mempertahankan Surabaya.

Kualitas kepemimpinan Bung Tomo dapat dilihat dalam pidatonya yang disiarkan oleh RRI (Radio Republik Indonesia) Surabaya pada November 1945. Kabarnya, pidatonya bahkan disiarkan terus menerus, dan tidak berhenti sampai pemuda Surabaya mencapai kemenangan melawan Pasukan Sekutu:

Bismillahirrohmanirrohim… Merdeka!!!

Saudara-saudara, warga Indonesia di seluruh Indonesia, khususnya warga Surabaya. Kita semua tahu, hari ini Pasukan Bersenjata Inggris telah menyebarkan pamflet dengan ancaman kepada kita semua.

Sebelum batas waktu yang mereka tentukan, kita diminta untuk menyerahkan senjata yang kita rampas dari Tentara Jepang. Mereka telah memerintahkan kita untuk datang kepada mereka dengan tangan terangkat.

Mereka telah memerintahkan kita untuk mendekati mereka dengan bendera putih; untuk menunjukkan bahwa kita telah menyerah kepada mereka.

Saudara-saudara, dalam pertempuran-pertempuran sebelumnya, kita telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia Surabaya, pemuda Maluku, pemuda Sulawesi, pemuda Bali, pemuda Kalimantan, pemuda Sumatera, pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan pemuda Surabaya sendiri, dalam pasukan masing-masing, dengan tentara rakyat yang terbentuk di desa, mereka telah membangun pertahanan yang tak dapat ditembus. Mereka telah menunjukkan kekuatan yang mampu menolak musuh dari mana-mana.

Saudara-saudara, musuh-musuh kita telah menggunakan taktik yang licik. Mereka mengundang Presiden kita dan pemimpin lain ke Surabaya, mengharapkan kita tunduk dan meninggalkan perjuangan kita. Tetapi di saat yang sama, mereka telah memperkuat kekuatan mereka. Dan sekarang bahwa mereka kuat, inilah yang terjadi.

Saudara-saudara. Semua kita, warga Indonesia Surabaya, akan menerima tantangan Tentara Inggris. Dan jika pemimpin Pasukan Inggris di Surabaya ingin mendengar jawaban dari rakyat Indonesia, jawaban dari pemuda Surabaya, dengarkan dengan seksama.

Ini adalah jawaban kita. Ini adalah jawaban dari rakyat Surabaya. Ini adalah jawaban dari pemuda Indonesia kepada kalian semua!

Hey, Pasukan Inggris! Kalian memerintahkan kita untuk membawa bendera putih dan menyerah kepada kalian. Kalian memberitahu kita untuk membentuk barisan tunggal dan mengangkat tangan kita di depan kalian. Kalian mengatakan kepada kami untuk meletakkan senjata yang kita rampas dari Tentara Jepang dan menyerahkannya kepada kalian.

Kalian berpesan akan menghancurkan kita dengan segala kekuatan militer kalian jika ultimatum kalian tidak dipenuhi. Inilah jawaban kami:

Selama kita sebagai bangsa Indonesia masih memiliki darah merah di tubuh kita yang dapat kita gunakan untuk membuat sehelai kain merah-putih, kita tidak akan menyerah. Kami menolak untuk menyerah kepada siapapun. Warga Surabaya, bersiaplah untuk situasi yang genting ini! Tetapi saya mengingatkan kalian sekali lagi: Jangan menembakkan peluru pertama. Hanya ketika kami ditembak akan kami menembak balik. Kami akan menunjukkan kepada mereka bahwa kami benar-benar orang merdeka.

Dan bagi kita semua, saudara-saudara, lebih baik kita hancur daripada dijajah. Moto kita tetap: Merdeka atau Mati! Untuk merdeka atau binasa!

Dan kita memiliki keyakinan bahwa, akhirnya, kemenangan akan menjadi milik kita, karena Allah berada di pihak kita. Percayalah, saudara-saudara. Allah akan melindungi kita semua. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!!

Source link