Dua Partai yang Membuat Patah Hati

by -6 Views
Dua Partai yang Membuat Patah Hati
Dua Partai yang Membuat Patah Hati
Suryopratomo Pemerhati sepak Bola(MI/Seno)

BEGITULAH sepak bola. Kesebelasan Indonesia yang bermain apik dengan pengorganisasian dan perpindahan bola yang dinamis melalui sayap harus menelan pil pahit menyerah 1-2 (0-2) dari tuan rumah Tiongkok di pertandingan keempat babak ketiga penyisihan Piala Dunia 2026 Grup Asia.

Lima hari sebelumnya, tim asuhan Shin Tae-yong yang sempat unggul 2-1 harus puas dengan hasil imbang 2-2 melawan tuan rumah Bahrain karena kecolongan gol di detik-detik terakhir pertandingan.

Dua hasil pertandingan itu pantas membuat patah hati para pecinta sepak bola. Itu disebabkan dua pertandingan awal saat menahan imbang Arab Saudi dan Australia sempat membongkahkan harapan bagi Jay Idzes dan kawan-kawan untuk terus melenggang di penyisihan Piala Dunia 2026.

Seperti pelajaran terpenting dari pertandingan melawan Bahrain, tidak boleh ada sikap cepat puas diri dalam sepak bola. Sebelum wasit meniupkan peluit panjang, sebelum pertandingan penyisihan berakhir, kita tidak boleh kehilangan konsentrasi bermain.

Sekarang ini begitu banyak gol yang tercipta di injury time, baik itu dalam kompetisi liga maupun dalam turnamen. Pada detik-detik terakhir itu sering pemain menjadi lengah. Siapa yang melakukan kekeliruan akan menerima hukumannya.

Banyak kesebelasan menerima kenyataan pahit itu sebagai sebuah pelajaran. Mereka memetik pengalaman buruk itu untuk memperbaiki diri agar tidak terulang di pertandingan berikutnya. Bukan kemudian mencari kambing hitam dan kemudian melampiaskan kekecewaan itu kepada pihak yang menjadi kambing hitam.

Sayangnya kultur kita cenderung mencari kambing hitam. Ketika kecolongan gol dari Bahrain, kita menyalahkan wasit Ahmed Al Kaf dari Oman sebagai penyebab kegagalan meraih kemenangan. Memang Al Kaf menoleransi pertandingan masih berlanjut meski masa perpanjang waktu sudah melewati batasan yang ditetapkan wasit keempat. Namun, seorang wasit punya kewenangan penuh menentukan kapan harus meniupkan peluit panjang.

Wasit Al Kaf tidak mungkin menghentikan pertandingan ketika tim yang tertinggal sedang berada di sepertiga permainan tim lawan. Apalagi kemudian tim yang tertinggal itu mendapatkan tendangan penjuru.

Wasit mana pun akan memberikan kesempatan terakhir bagi tim yang tertinggal untuk mengambil tendangan penjuru itu. Kalau tendangan penjuru bisa dihalau tim lawan, ia akan meniupkan peluit panjang. Sayangnya, pemain belakang Indonesia lengah ketika tendangan penjuru itu dilakukan sehingga pemain Bahrain bisa menyundul bola, dan ketika bola jatuh ke tiang jauh, ada playmaker Mohamed Marhoon yang segera menyambut untuk menjebol gawang Marteen Paes.

Pertanyaannya, mengapa saat Indonesia melawan Tiongkok di detik-detik terakhir setelah tendangan penjuru Indonesia, wasit Omar Al-Ali langsung meniupkan peluit panjang? Karena tendangan penjuru Indonesia dikuasai pemain Tiongkok dan kemudian menghalaunya jauh ke daerah pertahanan Indonesia. Kalau pemain Indonesia masih menguasai bola, pasti wasit akan memberikan kesempatan terakhir kepada tim asuhan Shin Tae-yong.

 

Sistem perwasitan

Kita tahu bahwa pencinta sepak bola Indonesia tidak mau peduli dengan semua itu. Mereka umumnya berpendapat wasit Al Kaf melakukan kecurangan dengan tidak mengakhiri pertandingan setelah 6 menit waktu perpanjangan berakhir.

Sikap itu diperkuat oleh pengurus PSSI dengan mengajukan protes resmi kepada Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC). PSSI meminta agar Wasit Al Kaf dijatuhi hukuman karena tidak adil dan menguntungkan pihak Bahrain. Bahkan ada yang meminta agar Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) menyatakan gol kedua Bahrain tidak sah karena dicetak setelah injury time habis serta mengesahkan kemenangan untuk Indonesia.

Pihak AFC sudah menolak surat protes dari PSSI. Baik AFC maupun FIFA tidak mungkin menghukum seorang wasit yang memimpin pertandingan, apalagi mengubah hasil pertandingan melalui keputusan di luar lapangan pertandingan.

Apakah itu berarti AFC maupun FIFA membiarkan kecurangan itu terjadi? Bukan. Keputusan itu diambil karena baik AFC maupun FIFA tidak ingin kepercayaan kepada sistem perwasitan sepak bola ambruk. Bisa dibayangkan akibatnya kalau semua negara tidak percaya kepada sistem perwasitan, yang muncul ialah chaos, kekacauan pada setiap pertandingan.

Baik AFC maupun FIFA berupaya menjaga kredibilitas sistem perwasitan karena itu menjadi pilar paling menentukan dalam pertandingan sepak bola. Kekurangan yang ada pada wasit bahkan dianggap sebagai bagian dari drama pertandingan sepak bola, sepanjang tidak ditemukan adanya rekayasa atau pengaturan pertandingan di luar lapangan.

Begitu banyak kontroversi yang terjadi dalam pertandingan sepak bola, dan itu yang justru membuat sepak bola makin populer. Ingat gol ‘Tangan Tuhan’ bintang sepak bola Argentina, Diego Armando Maradona, saat bertemu Inggris di perempat final Piala Dunia 1986. Bahkan ketika kemudian Maradona mengaku menggunakan tangannya untuk menaklukkan kiper Peter Shilton, tetap tidak membuat Inggris melakukan protes kepada FIFA. FIFA pun tidak pernah menganulir kemenangan Argentina serta kesuksesan tim ‘Tango’ merebut Piala Dunia untuk kedua kalinya.

Keberanian untuk menerima keputusan wasit merupakan bagian dari sportivitas yang harus dipegang pemain sepak bola. Itu merupakan cerminan keadaban sebuah bangsa bahwa sepak bola tidak hanya urusan kalah dan menang, tetapi menjaga sistem besar sepak bola yang sudah berlangsung sejak abad ke-16.

Ketika kita tidak berupaya menjaga muruah wasit, maka itulah yang membuat banyak noda dalam persepakbolaan Indonesia. Seorang pemain bisa meng-knockout seorang wasit seperti di ajang PON 2024 karena kita terlalu mudah menjadikan wasit sebagai kambing hitam.

Apa yang terjadi di lapangan hijau merupakan cerminan dari sistem besar hukum yang berlaku di Indonesia. Kita cenderung tidak memercayai sistem hukum karena kita meyakini begitu banyak rekayasa yang bisa dilakukan. Peraturan bisa berubah ketika ada kepentingan yang bermain. Celakanya kita berpikir hal seperti itu berlaku sama di seluruh dunia.

 

Menginjak bumi

Kalau kita mau berbesar hati dan mau memetik pelajaran, dua pertandingan penyisihan terakhir seharusnya mengingatkan kita untuk kembali menginjak bumi. Dua pertandingan awal melawan Arab Saudi dan Australia melambungkan kita seakan tinggal selangkah lagi kesebelasan Indonesia tampil di putaran final Piala Dunia.

Seharusnya kita mau memosisikan diri sebagai ‘kuda hitam’ di babak ketiga ini. Sebagai kuda hitam maka semua pemain bisa tampil tanpa beban. Bisa mencuri poin dari tim-tim yang biasa tampil di putaran final Piala Dunia sudah merupakan kesuksesan besar.

Kita lihat bagaimana strategi pertahanan yang diterapkan pelatih Shin Tae-yong pada dua pertandingan pertama, di mana semua pemain begitu disiplin menjaga daerah. Hampir semua pemain turun ke belakang ketika pemain Arab Saudi maupun Australia menyerang. Strategi kuda hitam itu persis seperti yang diterapkan Shin Tae-yong ketika memegang Korea Selatan dan membuat kejutan di ajang Piala Dunia 2018.

Sikap merasa sudah berada di atas angin membuat barisan pertahanan menjadi agak longgar. Gol pertama Tiongkok, misalnya, berawal dari kelengahan bek kiri Shayne Pattynama yang hanya menjaga bola yang mau ke luar garis lapangan tanpa memperhatikan pemain lawan yang mencoba mencuri tendangan. Ketika bola itu bisa dibelokkan, baik kiper Paes maupun Idzes tidak siap mengantisipasi sehingga penyerang Tiongkok Behram Abduweli dengan mudah menjebol gawang Indonesia.

Gol kedua Tiongkok yang dicetak Zhang Yuning juga tercipta karena terlalu longgarnya barisan belakang tim ‘Garuda’. Idzes sebagai sweeper tidak melihat gerakan Yuning untuk menerima umpan terobosan yang begitu terukur dan kiper Paes terlalu jauh untuk mempersempit ruang tembak.

Masih ada enam pertandingan yang tersisa. Saatnya pelatih Shin Tae-yong dan seluruh pemain kembali menyadari bahwa mereka belum menjadi tim unggulan. Kedua, enam pertandingan ke depan tidak menjadi lebih mudah karena semua tim lawan tidak lagi melihat Indonesia sebagai tim anak bawang. Semua tim lawan akan menampilkan kekuatan paling maksimal saat menghadapi Indonesia di pertandingan kedua nanti.

Satu lagi yang perlu kita ingat, keberhasilan sebuah tim tidak ditentukan oleh pemain-pemain yang hebat, tetapi dari kemauan semua pemain untuk membentuk tim yang hebat. Pepatah Inggris mengingatkan, ‘It’s not the team with the best players that win. It’s the players with the best team that win’. Semoga!

Source link