Harmoni Bali dalam Wujud Fesyen

by -20 Views
Harmoni Bali dalam Wujud Fesyen
Harmoni Bali dalam Wujud Fesyen
(Dok. JFW 2025)

SEPERTI batik bagi masyarakat Jawa, kain kotak-kotak hitam putih bukan sekadar kain bagi masyarakat Bali. Disebut juga kain poleng atau saput poleng, kain tersebut merupakan perlambang Rwa Bhineda, yaitu konsep mengenai keseimbangan alam.

Filosofi dan pola kain poleng itu juga yang digunakan oleh Biasa untuk koleksi perayaan 30 tahun mereka. Label fesyen yang didirikan di Bali oleh desainer kelahiran Italia, Susanna Perini, pada 1994 itu menampilkan koleksi terbaru di Jakarta Fashion Week (JFW) 2025 yang berlangsung di Pondok Indah Mall 3, Jakarta.

Menggelar peragaan pada Minggu (27/10), Biasa menampilkan koleksi bertajuk Rhapsody yang terbagi dalam tiga segmen yang sekaligus memiliki cerita dan desain berbeda. Inspirasi kain poleng tampak pada segmen Harmony.

Contohnya ialah pada dua slip dress yang masing-masing berwarna hitam dan putih. Kesan kotak-kotak poleng dihadirkan lewat bordir garis tipis yang membentuk pola kotak jajaran genjang. Pada slip dress hitam, garis itu berwarna putih, dan sebaliknya. Sementara itu, kesan poleng yang fun sekaligus tribal tampak pada set kaftancelana dan padanan celana harem dan tube-top anyaman (macrame). Pola poleng dibuat seperti coretan yang berbaris rapat.

“Koleksi ini sangat istimewa. Saya memutuskan untuk membuat sesuatu yang memiliki benang merah. Benang merah tentang pengalaman dan perjalanan saya dan brand untuk berada di Indonesia dan berkembang di Indonesia selama 30 tahun terakhir. Koleksi ini didedikasikan untuk Jakarta,” kata Susanna Perini, yang juga menjabat sebagai Direktur Kreatif Biasa, saat konferensi pers, Minggu (27/10).

Pada segmen bertajuk Alam, konsep bukan lagi poleng, melainkan menonjolkan penggunaan warna alami dari tumbuhan indigo. Susanna menjelaskan segmen itu untuk menunjukkan prinsip slow fesyen dan praktik ramah lingkungan. ”Kami selalu belajar setiap hari dan berusaha untuk dalam Wujud Fesyen menjadi sebisa mungkin sadar lingkungan. Tetapi untuk menjadi 100% berkelanjutan, membutuhkan banyak latihan dan banyak pembelajaran. Tetapi kami benar-benar memiliki niat yang kuat dan belajar setiap hari tentang itu,” jelas Susanna.

Terakhir, segmen Sangha, yang dalam bahasa Sansekerta memiliki arti komunitas dan ajaran utama agama Buddha, merepresentasikan keindahan komunitas yang menjunjung nilai-nilai penerimaan, cinta, dan harmoni. Nilai itu dituangkan lewat busana leisure berwarna kuning, oranye, dan maroon.

 

Workwear gaya canggu-uluwatu

Bali juga menjadi inspirasi bagi Sapto Djojo kartiko. Dalam siaran persnya soal koleksi musim/semi panas 2025, Sapto mengambil gaya para pelancong sampai artis lokal di Bali yang dalam kehidupan crossroad antara kerja dan leisure.

Diperagakan di Jakarta, Selasa (29/10), koleksi itu berkonsep busana kerja kasual (casual workwear) yang bukan hanya praktikal, melainkan juga berteknik tinggi, elegan, dan mewah effortless sebagaimana karakter desain Sapto selama ini.

Kesan busana kerja muncul banyaknya ragam jaket, baik yang boxy, yang transparan melayang, hingga yang bervolume. Selain itu, ada pula vest, kemeja, dan pantalon berpipa lebar. Sementara itu, cara pakainya dibuat kasual, contohnya ialah padanan jaket boxy yang luarnya masih dipadankan lagi dengan jaket panjang transparan berwarna ming. Busana dalamnya ialah kaus putih dan bawahan transparan penuh embellishment.

Padanan lain yang lebih serius, tapi tetap fun ialah setelan jas oversize, kemeja putih, dan pantalon denim. Aksesorinya bukan hanya ikat pinggang, melainkan juga semacam rok satu sisi dengan material transparan, tapi bertekstur 3D.

Gaya pakaian serbatumpuk, termasuk untuk dress-dress maxi yang cantik dengan material transparan dan sarat bordir, memunculkan kesan nomadic dari para pelancong. Dress itu dikenakan dengan dalaman singlet putih dan celana longgar. Ada pula gaun-gaun draperi dalam warna merah-oranye yang tampak sangat cocok untuk dikenakan makan malam romantis.

Tidak ketinggalan, Sapto yang pertama meluncurkan labelnya pada 2007, juga memasukkan unsur lokalitas Bali dengan mengangkat motif kembang jambu dan motif yang pada songket Bali. Motif itu diterapkan dengan pendekatan inovatif, termasuk lewat bordir, teknik anyaman, dan gravir dengan efek seperti terbakar. Tidak heran jika hasilnya ialah koleksi dengan kemewahan yang subtil dan sekaligus menonjolkan kekayaan adati Indonesia. (M-1)

 

Source link