Perselingkuhan sering menjadi akar masalah dalam sebuah hubungan, seperti pernikahan atau komitmen lainnya. Di Indonesia, perselingkuhan bukan hanya merusak hubungan personal, tapi juga bisa berujung pada konsekuensi hukum. Jika tindakan tersebut memenuhi ketentuan dalam KUHP, maka dapat dianggap sebagai tindak pidana perzinaan. Pelaku perselingkuhan, terutama dalam konteks pernikahan, dapat dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku, termasuk ancaman pidana penjara atau denda.
Di Indonesia, ada regulasi yang mengatur perselingkuhan, terutama dalam konteks pernikahan. Hal ini bisa termasuk dalam delik pidana perzinaan sesuai dengan KUHP. Regulasi terbaru bahkan memberlakukan sanksi lebih berat bagi pelaku perselingkuhan guna melindungi pihak yang dirugikan dalam suatu pernikahan. Ketentuan khusus mengatur perselingkuhan di Indonesia, termasuk kemungkinan untuk dipidanakan serta langkah-langkah yang dapat diambil jika seseorang ingin melaporkan pasangan yang berselingkuh.
Pasal 284 KUHP lama mengatur ancaman hukuman maksimal 9 bulan penjara bagi pelaku perselingkuhan yang telah menikah dan terbukti berselingkuh. Namun, dengan adanya KUHP baru yang tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 Pasal 411 ayat (1), ancaman hukuman bagi pelaku perselingkuhan diperberat menjadi pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda hingga Rp10 juta. Penting untuk diketahui bahwa perselingkuhan termasuk dalam kategori delik aduan dan hanya dapat diproses atas laporan dari suami atau istri yang dirugikan.
Prosedur hukum dan bukti yang cukup kuat penting untuk dipersiapkan bagi yang ingin melaporkan pasangan yang berselingkuh. Hal ini bertujuan agar pelaporan dapat diproses oleh pihak kepolisian. Dengan memahami dasar hukum serta mengikuti prosedur yang berlaku, kasus perselingkuhan dapat ditindaklanjuti sesuai dengan aturan yang berlaku hingga tahun 2026.