Red Bull Racing secara luas dikenal atas kisahnya dalam percakapan panjang dengan Porsche, yang akhirnya tidak mengarah pada kesepakatan. Porsche berkeinginan untuk menjadi mitra dengan berbagi saham, tetapi Red Bull khawatir akan kehilangan kendali dan fleksibilitas. Dalam wawancara dengan beberapa media, termasuk Motorsport.com, Christian Horner, Prinsipal tim Red Bull, menjelaskan bahwa negosiasi dengan Porsche berlangsung selama enam bulan tanpa hasil positif. Sebaliknya, Ford dengan cepat melihat peluang yang tersedia setelah negosiasi Red Bull dengan Porsche tidak berhasil.
Manajer Ford Motorsports, Mark Rushbrook, mengungkapkan bahwa pertemuan pertama dengan Red Bull terjadi setelah mengetahui kegagalan negosiasi dengan Porsche. Ford tertarik untuk kembali ke Formula 1 karena peraturan teknis yang akan diluncurkan pada tahun 2026. Poin tersebut juga didukung oleh nilai-nilai Ford yang sejalan dengan ambisi Formula 1 untuk mencapai nol emisi pada tahun 2030.
Dalam pembicaraan dengan manajemen Red Bull, Ford menemukan kesamaan pandangan dan ambisi yang memungkinkan kerja sama antara kedua pihak. Selain membantu dalam mengembangkan bagian kelistrikan mesin 2026, Ford juga tertarik pada teknologi elektrifikasi dan peningkatan kinerja mesin. Dengan kerja sama yang terjalin, Ford dan Red Bull berharap menjadi kompetitif dalam balapan mulai tahun 2026.
Meskipun tidak ada jaminan kesuksesan pada tahun pertama kolaborasi, kedua belah pihak yakin bahwa pemahaman dan kerja sama yang baik akan membuahkan hasil. Christian Horner, Prinsipal Red Bull Racing, membandingkan kerja sama ini dengan menjadi kakek-nenek, di mana keuntungan didapat tanpa perlu menghadapi risiko secara langsung. Kerja sama antara Ford dan Red Bull dinilai penting untuk mendukung ambisi dan kesuksesan kedua belah pihak dalam balapan Formula 1.