Dampak gempa bumi di Myanmar telah membuat sistem perawatan kesehatan kewalahan, dengan rumah sakit mengalami kesulitan menampung para korban. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa sejumlah rumah sakit hancur dan mengalami kerusakan akibat bencana tersebut, sementara jumlah korban tewas telah mencapai angka lebih dari 2.000 orang. WHO menyatakan bahwa fasilitas perawatan kesehatan di daerah terdampak diliputi kekacauan, yang mendorong kebutuhan mendesak akan perawatan trauma, persediaan obat-obatan, dan dukungan kesehatan mental.
Organisasi kesehatan dunia juga telah mengeluarkan permohonan dana darurat sebesar US$8 juta untuk mendukung upaya penyelamatan dan pencarian korban di Myanmar. Akses ke daerah terdampak terhambat oleh jalan yang rusak, jembatan yang runtuh, dan kendala komunikasi, yang semakin diperparah oleh konflik sipil yang berlangsung di negara tersebut.
Junta Myanmar melaporkan jumlah korban tewas mencapai 2.056 orang dan perkiraan gelembung dari Survei Geologi AS memproyeksikan angka tersebut bisa melampaui 10.000 jiwa. Masa berkabung nasional selama satu pekan diumumkan dengan bendera nasional dikibarkan setengah tiang sebagai bentuk penghormatan terhadap korban. Tim relawan terus berupaya menyelamatkan korban dari reruntuhan bangunan, dengan kondisi paling parah terjadi di kota Mandalay. Kompleksitas penanganan bencana semakin sulit karena kendala komunikasi yang disebabkan oleh konflik di wilayah tersebut.
Keberadaan sebagian besar daerah terdampak sulit dijangkau karena konflik yang sedang berlangsung, sehingga upaya penyelamatan dan bantuan kesehatan menjadi semakin rumit. Petugas penyelamat berjuang untuk menyelamatkan korban yang terperangkap di reruntuhan bangunan, sementara junta militer di Myanmar terus berusaha menjaga stabilitas dan ketertiban di tengah bencana yang melanda.