Merlyna Lim, seorang Canada Research Chair dalam bidang media sosial, menunjukkan hasil studinya yang menimbulkan pandangan baru terhadap peran media sosial dalam politik. Menurutnya, media sosial tidak selalu meningkatkan partisipasi politik dan memperkuat demokrasi seperti yang banyak orang percayai. Sebaliknya, Merlyna menyoroti bagaimana algoritma dalam teknologi digital dapat memanipulasi perasaan manusia untuk mencapai tujuan tertentu, seperti mempengaruhi pemilihan kandidat dalam pemilu dengan cara yang tidak selalu demokratis.
Dalam diskusinya tentang Media Sosial dan Politik di Asia Tenggara, Merlyna menjelaskan bahwa hubungan antara media sosial dan politik sangat dipengaruhi oleh algoritma teknologi digital serta perasaan manusia. Dia menyoroti bahwa informasi yang tersebar di media sosial tidak selalu berkualitas, namun lebih ditentukan oleh viralitas, popularitas, dan penyebaran informasi tersebut. Hal ini membuka peluang bagi mereka yang memiliki kapital ekonomi dan kekuasaan untuk memanfaatkan algoritma media sosial guna memanipulasi informasi sesuai dengan kepentingan mereka.
Salah satu contoh manipulasi informasi yang diberikan oleh Merlyna adalah tentang penggunaan positive disinformation dalam kampanye politik. Dia menggambarkan bagaimana Bong Bong Marcos menggunakan strategi ini untuk memanipulasi perasaan publik di Filipina dan akhirnya terpilih sebagai presiden. Model kampanye white branding ini, menurut Merlyna, cenderung mengesampingkan sejarah negatif yang terkait dengan keluarga Marcos, memungkinkan rakyat Filipina untuk melupakan masa lalu yang kelam.
Merlyna menekankan bahwa perasaan manusia dapat dengan mudah dimanipulasi oleh algoritma media sosial karena banyak orang cenderung memposisikan diri sebagai konsumen daripada warga negara aktif. Oleh karena itu, dia mendorong masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam politik dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran sebagai warganegara untuk menjaga demokrasi. Menyadari kompleksitas hubungan antara media sosial dan politik, Merlyna mengajak untuk melihat lebih dalam bagaimana teknologi digital dan perasaan manusia saling berinteraksi dalam membentuk cara kita berinteraksi dengan politik.