Profil Legenda Bulu Tangkis Tan Joe Hok

by -6 Views

Dunia bulutangkis Indonesia meratap atas kepergian salah satu legenda, Tan Joe Hok, yang menghembuskan nafas terakhirnya di usia 87 tahun. Berita duka itu mengguncang komunitas bulutangkis Tanah Air, yang mengenalnya sebagai pahlawan olahraga Indonesia. Tan Joe Hok menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu, 2 Juni 2025, di Rumah Sakit Medistra, Jakarta. Informasi mengenai wafatnya legenda bulutangkis Indonesia ini pertama kali diumumkan oleh mantan atlet nasional, Yuni Kartika, melalui akun Instagram pribadinya @yuni.kartika73.

Kepergian Tan Joe Hok meninggalkan duka yang mendalam, bukan hanya bagi dunia olahraga, tetapi seluruh bangsa. Dia merupakan simbol dari dedikasi dan semangat juang dalam memperjuangkan nama Indonesia, bahkan sejak masa ketika bulutangkis nasional masih belum dikenal di kancah dunia. Tan Joe Hok, yang lahir dengan nama Hendra Kartanegara, adalah salah satu tokoh besar dalam sejarah bulutangkis Indonesia. Dia terkenal sebagai bagian dari “Tujuh Pendekar Bulu Tangkis Indonesia”, kelompok pemain legendaris yang membawa harum nama bangsa ke puncak kejayaan.

Prestasi cemerlang Tan Joe Hok bersinar di era 1950-an dan 1960-an. Dia mencatat sejarah penting sebagai pemain Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar di turnamen bergengsi All England pada tahun 1959, setelah mengalahkan rekan senegaranya, Ferry Sonneville, di partai final. Selain All England, Tan Joe Hok juga meraih medali emas untuk Indonesia di Asian Games 1962. Dia juga turut berjasa dalam kemenangan tim Indonesia dalam Piala Thomas pertama pada tahun 1958 di Singapura.

Bersamaan dengan rekannya, Tan Joe Hok menjadi bagian dari tim tangguh yang bukan hanya merebut Piala Thomas 1958, tetapi juga mempertahankan gelar juara pada tahun 1961 dan 1964. Keberhasilan ini menandai awal dari dominasi Indonesia dalam dunia bulutangkis internasional. Karena kemampuannya mengalahkan lawan-lawan kuat dari berbagai negara, Tan Joe Hok dijuluki “The Giant Killer” atau Pembunuh Raksasa. Kecepatan, stamina, dan strategi bermainnya membuatnya disegani di lapangan.

Pendidikan tersebut mempertahankan bimbingan dan semangat bermainnya yang disertai dengan strategi yang matang hingga ke lapangan. Bakat dan semangat bermainnya terlihat sejak dini, dia ditemukan oleh pelatih Lie Ju Kong pada usia 12 tahun. Meskipun dari keluarga sederhana, Tan kecil mengalami pelatihan keras sejak kecil. Bahkan, ia rela mengayuh becak untuk mengantar teman-temannya ke tempat latihan demi menghemat biaya, yang merupakan bukti perjuangannya menuju puncak.

Di luar menjadi atlet, Tan juga mengejar pendidikan tinggi di Baylor University, Amerika Serikat, dengan fokus pada ilmu kimia dan biologi. Cinta dan dedikasinya terhadap bulutangkis tidak surut setelah pensiun. Dia sempat menjadi pelatih di Meksiko (1969-1970) dan Hong Kong (1971). Setelah kembali ke tanah air, ia bergabung dengan PB Djarum pada tahun 1982 dan menjadi pelatih untuk tim nasional Indonesia pada Piala Thomas 1984. Hingga akhir hayatnya, Tan Joe Hok tetap aktif memberikan semangat dan inspirasi kepada generasi muda.

Dengan segala prestasi yang diraih, pemerintah memberikan penghargaan Bintang Jasa Nararya sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi besar Tan Joe Hok. Sebagai pahlawan bulutangkis sejati Indonesia, Tan Joe Hok pantas diingat karena dedikasi dan prestasi luar biasa yang telah dipersembahkan.

Source link