Data rahasia militer Israel mengungkapkan bahwa hanya sekitar seperempat dari warga Gaza yang ditahan sejak 7 Oktober 2023 dapat dikategorikan sebagai pejuang atau milisi. Sebagian besar dari tahanan tersebut ternyata adalah warga sipil yang ditahan tanpa proses peradilan atau dakwaan yang jelas. Hasil investigasi bersama oleh The Guardian, +972 Magazine, dan Local Call menunjukkan bahwa dari lebih dari 6.000 warga Gaza yang ditahan hingga Mei 2025 berdasarkan undang-undang kombatan ilegal, hanya 1.450 orang yang memang terdaftar sebagai anggota Hamas atau jihad Islam Palestina berdasarkan basis data intelijen militer Israel.
Selain itu, tahanan yang ada berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari tenaga medis, guru, pegawai negeri, pekerja media, penulis, hingga penyandang disabilitas dan anak-anak. Kasus-kasus ekstrem juga terungkap, seperti seorang perempuan berusia 82 tahun dengan Alzheimer yang dipenjarakan serta seorang ibu tunggal yang dipisahkan dari anak-anaknya. Ada laporan tentang kondisi di pusat penahanan yang tidak manusiawi, dengan adanya hanggar khusus untuk tahanan lanjut usia, sakit, dan difabel yang disebut sebagai “kandang geriatrik”.
Meskipun sekitar 300 orang ditahan karena dugaan keterlibatan langsung dalam serangan 7 Oktober, mereka belum menjalani proses persidangan hingga saat ini. Sebuah kelompok HAM di Gaza yaitu Al Mezan menyatakan bahwa jumlah warga sipil yang ditahan kemungkinan jauh lebih besar dari data resmi Israel. Militer Israel sendiri tidak membantah keberadaan basis data tersebut namun tetap menyatakan bahwa sebagian besar tahanan terlibat dalam aktivitas teror.
Namun, kesaksian dari beberapa perwira militer yang dikutip oleh media lokal Israel, Haaretz, menunjukkan bahwa hingga 85-90% dari tahanan sebenarnya bukan anggota Hamas. Hal ini menyoroti masalah serius dalam praktik penahanan massal yang dilakukan Israel di tengah konflik Gaza.