KUALA LUMPUR – Dunia, oh dunia, mungkin itu yang banyak dibahas oleh banyak Guru dan Ustadz ketika mengisi materi baik pembelajaran di kelas ataupun di majelis. Dunia memang terkenal sangat hijau, kenapa dibilang sangat hijau? Dikarenakan dunia itu sangat nikmat dan sangat menggiurkan bagi para manusia yang mengejar kenikmatan dunia.
Kenikmatan dunia memang sangat menggiurkan, dikarenakan ketika sudah mendapatkan kenikmatan dunia maka apapun yang ingin dicapai manusia di dunia bisa terwujud dengan kekuasaannya yang telah dicapai. Kenikmatan dunia terdiri dari 3 kategori yaitu: Harta, Tahta dan Wanita. Salah satu langkah untuk mendapatkan “tahta” adalah dengan menjadi pejabat publik, salah satunya adalah menjadi Anggota Calon legislatif DPRD, DPD, DPR Pusat, Bupati, Walikota, Gubernur hingga Presiden melalui Pemilu.
Sebentar lagi pada tanggal 14 Februari 2024 di negara Indonesia akan menggelar pesta rakyat yang sangat besar yaitu Pemilihan Umum atau disebut dengan Pemilu. Pada momen tersebut para Caleg akan berlomba-lomba berkampanye mempromosikan dirinya sendiri supaya bisa terpilih menjadi Calon Legislatif ataupun calon pemimpin negara dan pemimpin daerah.
Pada Pemilihan 2024 akan memilih Calon Legislatif DPRD, DPD, DPR Pusat dan Presiden serta Wakil Presiden. Rakyat akan ditawarkan dengan janji-janji manis para Caleg yang berkeinginan supaya dapat dipilih dalam pesta rakyat 5 tahunan tersebut.
Variasi janji kampanye para Caleg beraneka ragam, dari janji yang luar biasa mengiming-imingkan kesejahteraan, uang, hidup mapan hingga janji yang biasa saja. Tak khayal banyak para Caleg yang mengobral janji mereka walaupun pada akhirnya mereka tidak dapat menepatinya. Didalam pikiran mereka focus utama yang penting terpilih dahulu, masalah janji ditepati atau tidak adalah masalah belakangan.
Padahal bagi para Caleg akan mengalami celaka yang luar biasa apabila mereka menyepelekan janji, karena janji tersebut termasuk hutang yang akan ditagih dihari akhirat pembalasan nantinya. Mereka kadang tidak sadar bahwa jabatan yang dikejar mereka hanyalah sementara dan bahkan sudah ditentukan dalam tenggat waktu hanya 5 tahun.
Untuk bisa mendapatkan jabatan tersebut, mayoritas banyak yang menggunakan segala cara dari bujuk rayu, visi misi, uang hingga fasilitas hidup. Bahkan diantaranya akan dijanjikan untuk mendapatkan jabatan.
Bukan rahasia umum lagi, bahwa banyak Caleg yang menggelontorkan uang yang fantastis untuk bisa menjadi Anggota legislatif ataupun pemimpin daerah. Bahkan dalam tayangan podcast di televisi dari narasumber pelaku langsung yang wajahnya disamarkan menyampaikan bahwa untuk dapat menjadi Caleg DPR Pusat untuk bisa terpilih minimal harus menggelontorkan dana minimal 40 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kampanye, dana partai, logistik, acara panggung hiburan, kader dan untuk memberikan uang pelicin bagi warga pemilihnya. Bahkan uang 40 Miliar tersebut belum jaminan bisa otomatis terpilih apabila saingan mereka juga menggelontorkan uang yang lebih di atas 40 Miliar.
Jadi tidak heran apabila setelah Pemilu selesai maka banyak ditemukan anggota legislatif atau Caleg yang stres hingga depresi bahkan banyak yang mengalami gangguan jiwa dikarenakan kalah dalam pemilihan umum. Ekspektasi mereka yang berlebihan membuat mereka tidak bisa mengendalikan koping sistem individu mereka dengan baik sehingga mereka menjadi stres, depresi, frustasi bahkan hingga menjurus ke perilaku bunuh diri. Uang yang mereka gelontorkan bermilyar-milyar melayang begitu saja, bahkan setelah Pemilu banyak Caleg yang gagal yang stres karena banyak hutang dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Dari data Kementerian Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa bahwa data Caleg yang masuk di Rumah Sakit Jiwa pada Pemilu 2019 terjadi lonjakan peningkatan signifikan daripada Pemilu 2014 sebelumnya. Karena pada Pemilu 2024 saat ini jumlah Caleg yang ikut bertarung adalah sebesar 245.106 caleg. Dimana Caleg yang terpilih hanya sebesar 10%, otomatis 90% Caleg harus menerima kenyataan untuk tidak bisa masuk dalam Legislatif.