LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART I)

by -86 Views
LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART I)

Ada pepatah yang mengatakan bahwa seorang guru sejati seharusnya bangga melihat muridnya melampaui dirinya. Seorang guru sejati akan memastikan bahwa murid-muridnya dan anak buahnya lebih berhasil daripada dirinya. Seorang guru sejati tidak akan ragu untuk membimbing murid-muridnya untuk dapat mencapai potensi penuh mereka dan mencapai pangkat tertinggi demi kepentingan bangsa dan negara.

LETKOL JENDERAL TNI (PURN.) KEMAL IDRIS

Saya berusia 17 tahun ketika saya kembali ke Indonesia dari Eropa. Saat itu, Pak Kemal Idris sudah menjadi figur TNI yang sangat terkenal. Pada saat itu, dia dikenal sebagai salah satu tokoh kunci rezim Orde Baru di awal pemerintahan Presiden Suharto. Pak Kemal Idris juga merupakan sahabat dari paman saya, Subianto, yang meninggal dalam Pertempuran Lengkong. Ketika saya bertemu dengannya, Pak Kemal Idris berkata kepada saya: ‘Saya adalah sahabat terbaik dari pamanmu. Pamanmu adalah seorang pria yang sangat berani. Jika pamanmu masih hidup hari ini, saya yakin dia akan menjadi Panglima Kostrad. Kamu harus mengikuti jejak pamanmu, Subianto. Dia adalah seorang pahlawan.’ Saya masih ingat kata-katanya. Setelah saya belajar lebih banyak tentang sejarah hidup Pak Kemal Idris, saya mengerti bahwa dia adalah orang yang sangat patriotik, berani, lurus, dan terbuka. Batalyon Pak Kemal Idris adalah batalyon TNI pertama yang masuk ke ibukota setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia.

Pada tanggal 17 Oktober 1952, Batalyon Kemal Idris terlibat dalam pengepungan Istana Negara. Pak Kemal Idris adalah seorang yang berani, sangat pro-rakyat dan sangat nasionalis. Dia sangat membenci korupsi sehingga bahkan dengan berani mengkritik atasannya, sehingga seringkali senior-senior menganggapnya ‘anak nakal’. Saya bahkan pernah mendengar Pak Harto sekali menyebut nama Pak Kemal Idrisnya sambil tersenyum sambil tertawa, ‘Ya, Kemal, ya… Kemal yang keras kepala.’ Namun, para senior selalu mengampuninya dan selalu melindunginya karena dia adalah seorang pria yang sangat berani dan mampu memimpin pasukannya melawan Belanda. Kemal Idris berperang melawan pemberontak selama tahun 1950an dan 1965. Setelah pemberontakan G30S/PKI 1965, dia menjadi sahabat dekat Pak Harto di Kostrad sebagai Wakil Kepala Staf. Setelah Pak Harto dipromosikan, Pak Kemal Idris menggantikan Pak Harto sebagai Pangkostrad.

LETKOL JENDERAL TNI (PURN.) HARTONO REKSO DHARSONO

Selama Orde Baru, Pak Ton adalah salah satu orang kepercayaan terkuat Pak Harto. Dia berani membetulkan Pak Harto, mengkritik dan mendorongnya untuk mendemokratisasi Indonesia. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik atasannya dan rekannya. Dia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan tentara. Dia sering memakai beret Kujang. Dia muncul sebagai tokoh pahlawan idol. Dia diidolakan oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan pemuda ibukota Jakarta.

Pak Ton dan Pak Kemal Idris sangat dekat dengan keluarga saya, terutama dengan orang tua saya. Pak Ton juga adalah teman dari paman saya, Pak Subianto dan ayah saya, Pak Soemitro. Dia menjabat sebagai Atase Pertahanan di London. Dia juga memiliki karier gemilang di TNI. Dia merupakan figur prominens di Kodam Siliwangi, yang saat itu dikenal sebagai Divisi Siliwangi. Dalam operasi untuk menekan pemberontakan PRRI/Permesta dan DI/TII, Hartono Dharsono tampil sebagai komandan batalyon. Ketika pemberontakan G30S/PKI terjadi, dia adalah Kepala Staf Kodam Siliwangi. Akhirnya, dia menggantikan Mayjen Ibrahim Adjie, lalu menjadi Komandan Kodam Siliwangi dari tahun 1966 hingga 1969. Pada saat itu, dia berhasil memperkuat persatuan antara TNI dan rakyat. Dia sangat populer di kalangan masyarakat, mahasiswa, dan tentara. Dia sering memakai beret Kujang. Dia diidolakan sebagai tokoh pahlawan, terutama oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan pemuda di ibu kota Jakarta.

Selama era Orde Baru, dia adalah salah satu pendukung terkuat Pak Harto. Dia berani membetulkan Pak Harto, mengkritik Pak Harto dan mendorong Pak Harto untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik atasannya dan rekannya. Akibatnya, dia dituduh mendukung tindakan teror dan sempat dipenjara untuk sementara waktu. Pada saat itu, saya masih seorang perwira muda. Saya khawatir karena saya tahu dia difitnah dan dimasukkan dalam lingkaran negatif oleh orang-orang di dalam Angkatan Darat yang tidak menyukainya. Ketika dia dipenjara, saya masih Letnan Dua. Ketika saya mengikuti kursus dasar spesifik jenis angkatan di Bandung, saya mengunjunginya dan bertemu dengan keluarganya. Kemudian saat saya menjadi Kapten, saya menjadi Wakil Komandan Detasemen 81. Pada waktu itu, saya bertanggung jawab atas pembangunan markas Detasemen 81 di Jakarta dan pemilihan kontraktor serta subkontraktornya. Saya mendengar bahwa beberapa pemuda Bandung mendirikan perusahaan mebel dan mendaftar sebagai subkontraktor interior untuk markas tersebut. Saya tidak ragu untuk menunjuk perusahaan tersebut. Kemudian saya ditegur oleh salah satu perwira senior saya, yang berkata, ‘Di antara mahasiswa ITB yang mendirikan perusahaan…”.

Source link