LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

by -94 Views
LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]

Dalam ratusan tahun sejarahnya, Indonesia memiliki pemimpin-pemimpin tangguh, pembela rakyat, dan pejuang keadilan yang dengan berani melawan kolonisasi dan dominasi oleh bangsa lain. Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menghalangi rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil melawan penjajah kolonial.

Kadang-kadang, seiring waktu berlalu, kita cenderung melupakan kisah-kisah para pendahulu kita. Kadang kita lupa sejarah kita dan meragukan identitas kita sendiri.

Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tahun 1631. Ia adalah putra kedua Sultan Malikussaid. Ia juga dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda karena keberaniannya, yang berarti Ayam Jago dari Timur.

Sejak kecil, terlihat bahwa ia memiliki jiwa seorang pemimpin. Selain pintar, ia juga pandai berdagang. Demikian pula, ia memiliki jaringan perdagangan yang luas. Ia sering diundang oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting dengan harapan memberiinya pengetahuan dan seni diplomasi serta peperangan. Ayahnya beberapa kali mempercayakan kepadanya menjadi duta untuk mengirim pesan ke berbagai kerajaan.

Ketika baru berusia 21 tahun, Hasanuddin diangkat sebagai menteri pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, Sultan Hasanuddin menciptakan beberapa masalah bagi Belanda. Keteguhan hati Sultan Hasanuddin terlihat dalam penolakannya terhadap monopoli perdagangan VOC.

Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menghalangi rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Gowa melawan kekuasaan kolonial. Hal ini mengganggu rencana Belanda untuk memonopoli perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanuddin mengingat dan menegakkan prinsip-prinsip nenek moyangnya bahwa ia harus menggunakan sumber daya dan lautan untuk menjamin kemakmuran rakyat.

Selama masa pemerintahannya, Kesultanan Gowa memainkan peran penting dalam aktivitas perdagangan di Nusantara, khususnya di Nusantara bagian timur. Ekonomi Gowa saat itu bergantung pada perdagangan maritim. Kesultanan tersebut menjadi pusat perdagangan Nusantara dan komunitas internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan tersebut, Belanda tertarik untuk menguasai Kesultanan tersebut. Hal ini akhirnya menyebabkan perselisihan antara Sultan Hasanuddin dan pasukan Belanda.

Perselisihan ini kemudian memicu perang di sekitar Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, perang tersebut berakhir dengan Perjanjian Bongaya. Namun, kesepakatan ini menghasilkan beberapa keputusan yang merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Perjanjian ini memungkinkan VOC untuk memaksa Gowa-Tallo menerima hak monopoli perdagangan di Nusantara Timur. Semua negara barat harus meninggalkan Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diharuskan membayar ganti rugi perang.

Sultan Hasanuddin melawan kembali dalam beberapa tahun berikutnya, tetapi tidak ada hasil yang memuaskan dicapai, dan VOC terus mendominasi Makassar. Diklaim bahwa alasan utama runtuhnya Gowa-Tallo adalah perjanjian tersebut, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1670.

Source link