Survei terbaru Populi Center bertajuk ‘Starting Point: Posisi Elektoral Jelang Kampanye Pemilu 2024’ diragukan oleh tim pasangan Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (Amin) dan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Pasalnya, hasil survei itu dinilai menggiring publik pada pelaksanaan Pilpres 2024, satu putaran.
Survei Populi dilakukan pada 29 Oktober-5 November 2023 dengan melibatkan sebanyak 1.200 responden secara acak bertingkat. Metode yang digunakan berupa wawancara tatap muka dengan menggunakan aplikasi Populi Center. Adapun margin of error kurang lebih 2,83 pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Di antara hasil survei menunjukkan, mayoritas koresponden menginginkan Pilpres 2024 dilaksanakan dalam satu putaran. Angka koresponden yang menginginkan satu putaran mencapai 64,9 persen. Sementara yang ingin dua putaran sebanyak 26,9 persen, sisanya tidak masalah satu atau dua putaran dan tidak tahu atau tidak menjawab.
“Saya meragukan hasil survei ini,” kata Juru Bicara Anies Baswedan, Andi Sinulingga saat menanggapi hasil survei Populi di Populi Center, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2023).
Secara gamblang, Andi menduga survei tersebut merupakan ‘pesanan’ dari client. Pasalnya, hasil survei itu tidak murni statistik.
“Ada sesuatu yang mau dicapai, yakni persepsi publik. Ini tergambar dari hasil survei yang menggiring persepsi publik terhadap Pemilu satu putaran. Ini direkognisi dengan data-data. Data sangat tergantung dari arah pertanyaan para surveyor,” tutur Andi.
Senada, Eko Kuntadhi dari tim pemenangan nasional Ganjar Pranowo-Mahfud MD menanggapi dengan kritis, survei tersebut memang menggiring publik pada persepsi tertentu.
Menurut Eko, hal itu tercermin dari pertanyaan yang diajukan oleh Populi kepada respondennya. Narasi pertanyaan yang ditanyakan peneliti kepada responden yakni ‘Pilpres akan diikuti oleh tiga pasangan calon dan kemungkinan berlangsung dua putaran apabila tidak ada yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen. Menurut Anda sendiri, berapa putaran dalam pilpres yang Anda inginkan?’.
Tak hanya itu, Eko juga menilai, survei Populi terlalu condong pada pasangan capres-cawapres tertentu. Dia blak-blakan menyebut, survei itu mengglorifikasi sosok Gibran Rakabuming Raka yang tidak lain merupakan cawapres pendamping Prabowo Subianto.
Pasalnya, survei itu tidak merepresentasikan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Hal itu terlihat dari hasil survei Populi yang menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menerima atau biasa saja mengenai persoalan dinasti politik.
Survei itu turut mengungkap ihwal isu dinasti politik dengan memberi pertanyaan kepada responden: ‘Saat ini banyak orang membicarakan tentang dinasti politik, bagaimana penilaian atau sikap Anda tentang dinasti politik?’. Hasilnya, sebesar 62,1 persen masyarakat menyatakan bisa menerima atau biasa saja (bisa diterima 15,8 persen dan biasa saja 46,3 persen).
Dalam surveinya, Populi menempatkan duet Prabowo-Gibran dengan elektabilitas 43,1 persen. Disusul pasangan Ganjar-Mahfud sebesar 23 persen dan Amin terendah di angka 22,3 persen. Sisanya, sebanyak 10 persen belum memutuskan dan 1,6 persen menolak menjawab.
Berbeda dengan Andi dan Eko, Wakil Komandan Pemilih Muda Tim Kampanye Prabowo-Gibran, Rahayu Saraswati mengapresiasi survei tersebut. Dia menilai, tingkat elektabilitas Prabowo-Gibran yang unggul dibandingkan dua pasangan capres-cawapres lainnya sebagai bentuk bukti dari ikhtiar.