Saldi Isra Tidak Melanggar Kode Etik dengan Pendapat Berbeda dalam Putusan Batas Usia Capres

by -142 Views
Saldi Isra Tidak Melanggar Kode Etik dengan Pendapat Berbeda dalam Putusan Batas Usia Capres

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra tidak melanggar kode etik dan perilaku hakim MK terkait perbedaan pendapat atau dissenting opinion yang disampaikan dalam putusan Perkara 90 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Hal ini diungkapkan oleh Majelis Kehormatan MK dalam putusan yang dibacakan pada Selasa (7/11/2023) sore.

“Majelis Kehormatan MK mempertimbangkan bahwa dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim MK terkait dissenting opinion tidak terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim MK,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam agenda keputusan MKMK tentang kode etik dan perilaku hakim MK di Gedung MK, Selasa.

Putusan tersebut dibacakan bersama dengan anggota MKMK lainnya, yakni Bintan S. Saragih dan Wahiduddin Adams. Pembacaan keputusan tersebut merespons laporan dari empat pemohon yang melaporkan Saldi Isra terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim MK.

Berdasarkan penjelasan keputusan MKMK, Jimly menyatakan bahwa mereka telah membaca, mendengar, dan memeriksa keterangan dari hakim konstitusi terkait serta pihak saksi dalam laporan tersebut. Kemudian, MKMK melakukan pertimbangan hukum dan etika sesuai kewenangannya.

“Permasalahan pelapor adalah apakah boleh suatu pendapat berbeda atau dissenting opinion yang bertentangan dengan mayoritas keputusan hakim disusun secara provokatif, menjatuhkan rekan sesama hakim, dan tidak koheren,” jelas Jimly.

Menurut MKMK, pendapat berbeda atau dissenting opinion yang disampaikan oleh Saldi Isra tidak menjadi masalah karena merupakan bentuk kemerdekaan berpendapat. Oleh karena itu, isu atau dugaan pelanggaran kode etik dianggap tidak relevan.

MKMK menemukan fakta hukum bahwa pendapat berbeda atau dissenting opinion tersebut dijelaskan dalam paragraf 6.25 hingga 6.72.2 putusan Nomor 90, yang mencakup aspek hukum acara dalam menguraikan dinamika dan mekanisme pengambilan keputusan.

“MKMK menemukan fakta hukum bahwa pendapat tersebut ditulis dengan bahasa penuh emosi. Namun, berdasarkan temuan fakta hukum MKMK, Saldi Isra tidak dapat dikatakan melanggar kode etik karena dissenting opinion yang disampaikan. Terdapat ruang pada bagian awal pendapat berbeda yang mengungkapkan sisi emosional, namun hal tersebut bukanlah pelanggaran kode etik,” jelasnya.

Sumber: Republika