Jokowi Telah Menandatangani Revisi Kedua UU ITE yang Tetap Menjaga Pasal Karet dan Menambah Hukuman yang Lebih Berat

by -142 Views
Jokowi Telah Menandatangani Revisi Kedua UU ITE yang Tetap Menjaga Pasal Karet dan Menambah Hukuman yang Lebih Berat

BANDA ACEH – Secara diam-diam, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani hasil revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hasil revisi kedua ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi UU ITE (Koalisi Serius) mengekspresikan rasa kekecewaannya. Pemerintah dan DPR dianggap tidak transparan dan tidak melibatkan representasi publik dalam pembahasannya.

Hasilnya, sejumlah pasal yang dianggap “bermasalah” masih termuat dalam undang-undang baru ini, seperti pencemaran dan penyerangan nama baik, ujaran kebencian, informasi palsu, dan pemutusan akses.

Berikut adalah pernyataan sikap resmi Koalisi Serius ITE terkait pengundangan hasil revisi kedua tersebut:

Revisi Kedua UU ITE: Masih Mempertahankan Pasal-Pasal Karet yang lama, Menambah Pasal Baru yang Sangat berbahaya

Pada hari ini, tanggal 4 Januari 2024, akhirnya Presiden Joko Widodo menandatangani Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan kedua atas atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi UU ITE (Koalisi Serius) mengungkapkan bahwa revisi UU ITE masih memuat pasal-pasal bermasalah seperti pencemaran dan penyerangan nama baik, ujaran kebencian, informasi palsu, dan pemutusan akses.

Pasal-pasal bermasalah ini akan memperpanjang ancaman bagi publik dalam mendapatkan informasi dan hak kebebasan berekspresi di Indonesia.

UU ITE di Indonesia adalah salah satu contoh tren di dunia bagaimana undang-undang terkait kejahatan dunia maya disalahgunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.

Sejak disahkan pada 2008 dan mengalami revisi pertama pada 2016, UU ITE telah mengkriminalisasi pembela hak asasi manusia (HAM), jurnalis, perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, hingga warga yang melontarkan kritik sahnya.

Koalisi Serius sejak awal menyoroti tertutupnya proses revisi sehingga memberikan sedikit ruang bagi keterlibatan dan pengawasan publik.

Kurangnya transparansi ini menimbulkan risiko besar yang berpotensi menghasilkan peraturan yang menguntungkan elit daripada perlindungan hak asasi manusia.

Alih-alih menghilangkan pasal yang selama ini bermasalah, koalisi menemukan bahwa perubahan Undang-undang ini masih mempertahankan masalah lama.

Pasal-pasal bermasalah tersebut antara lain Pasal 27 ayat (1) hingga (4) yang sering digunakan untuk mengkriminalisasi warga sipil; Pasal 28 ayat (1) dan (2) yang sering digunakan untuk membungkam kritik; dan ketentuan pemidanaan dalam Pasal 45, 45A, dan 45B.

DPR bersama Pemerintah juga menambahkan ketentuan baru. Salah satunya Pasal 27A tentang penyerangan kehormatan atau nama baik orang.

Ketentuan ini masih bersifat lentur dan berpotensi mengkriminalisasi masyarakat yang kritis. Pasal baru lainnya adalah Pasal 27B tentang ancaman pencemaran.

Pasal tersebut antara lain berbunyi: Pasal 27B ayat (1) berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:

Memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain,

Memberi utang, membuat pengakuan utang atau menghapuskan piutang.

Pasal 2B ayat (2) berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang untuk:

Memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain,

Memberi utang, membuat pengakuan utang atau menghapuskan piutang.

Selain itu, ada juga pasal 28 ayat 3 dan pasal 45A ayat (3) tentang pemberitahuan bohong yang sudah memiliki padanannya dalam KUHP baru. Pasal ini berpotensi multitafsir karena tidak ada penjelasan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan pemberitahuan bohong dalam pasal ini.