Jokowi dan Ganjar Berbicara tentang Rencana Kampanye

by -98 Views
Jokowi dan Ganjar Berbicara tentang Rencana Kampanye

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memastikan tidak akan turun ke lapangan untuk mempromosikan kandidat dalam pemilihan umum atau Pemilu 2024. Sebelumnya, Jokowi menyatakan bahwa presiden dan menteri diizinkan untuk berkampanye dan memihak dalam Pemilu.

Menanggapi hal tersebut, calon presiden Ganjar Pranowo mengatakan bahwa Jokowi sering mengucapkan dan merevisi pernyataannya sendiri. Menurut Ganjar, jika pernyataan Jokowi keliru, seharusnya disampaikan secara terbuka.

“Ada data, fakta, dan jejak digital yang berkali-kali keluar dan direvisi. Sampaikan dengan cara yang tenang kepada siapa pun jika itu adalah koreksi,” kata Ganjar di Banyuwangi, pada Kamis, 8 Februari 2024.

Ganjar menilai bahwa jika pernyataan tersebut terjadi meski sudah diklarifikasi, Jokowi dinilai tidak konsisten. Ganjar mengungkapkan hal tersebut dengan menggunakan ungkapan bahasa Jawa.

“Tapi jika seandainya tidak, maka orang Jawa bilang tidak boleh berbalik-balik. Esok kedelai, sore tempe (pagi kedelai, sore tempe) tidak bisa. Maka jika kita terus berbeda-beda, maka sulit bagi rakyat untuk percaya. Hal itu berlaku untuk siapa pun,” ujar Ganjar.

Sebelumnya, Jokowi menepis isu berkampanye dan memastikan tidak akan turun ke lapangan untuk mempromosikan kandidat dalam pemilihan umum atau Pemilu 2024.

“Siapa yang bilang?” kata Jokowi saat ditanya apakah akan berkampanye pada 10 Februari, dikutip dari wawancara oleh biro pers di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, 7 Februari 2024.

Jokowi kembali menyebut pernyataannya di Halim Perdanakusuma pada Rabu, 24 Januari 2024, mengenai izin bagi presiden untuk berkampanye menurut undang-undang. “Tapi jika pertanyaannya apakah saya akan kampanye? saya jawab tidak. Saya tidak akan berkampanye.”

Namun, kemudian pada Jumat, 26 Januari 2024, di Istana Kepresidenan Bogor, Jokowi menjelaskan aturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 281 dan 299 tentang Pemilu.

Pernyataan Jokowi tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan karena dianggap dapat mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan. Pakar hukum mengingatkan bahwa Jokowi lalai terhadap pasal pemilu yang membatasi dukungan dari seorang presiden dan pejabat negara lainnya untuk mendukung atau membuat kebijakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon, seperti yang tertuang dalam Pasal 282 undang-undang yang sama.