BANDA ACEH – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, aset keuangan syariah mencapai mencapai Rp 2.452,57 triliun per September 2023. Aset keuangan syariah yang tidak termasuk saham syariah ini tumbuh 6,75%. Aset keuangan syariah meliputi pasar modal syariah Rp 1.457,73 triliun atau sekitar 59,44% dari aset, perbankan syariah Rp 831,19 triliun atau 33,92% dan IKNB syariah sebesar Rp 162,85 triliun atau 6,64% dari keseluruhan aset.
Kendati demikian, Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Kementerian Keuangan, Arief Wibisono mengatakan kontribusi aset keuangan syariah Indonesia masih rendah terhadap total keuangan di Indonesia yakni mencapai 10,81%. Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penganut agama Islam.
Indonesia berada di peringkat ke-3 setelah Malaysia dan Arab Saudi dari sisi aset keuangan syariah. Hal ini berdasarkan The Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023 yang dirilis oleh DinarStandard di Dubai, Uni Emirat Arab.
“Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk mendukung peningkatan kapasitas keuangan syariah Indonesia,” ujar Arief dalam sambutannya di acara Peluncuran Kajian Ekonomi & Keuangan Syariah Indonesia (KEKSI) 2023 & Seminar Nasional Sharia Economic & Financial Outlook (ShEFO) 2024, Senin (26/2).
Upaya Peningkatan Kapasitas Keuangan Syariah
Arief mengatakan, berbagai upaya harus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas keuangan syariah di tanah air. Salah satunya melalui pengaturan industri perbankan syariah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang pengembangan dan penguatan sektor keuangan atau UU P2SK yang telah disahkan pada Januari 2023 lalu.
“UU P2SK merupakan inisiatif nyata dalam pengembangan sektor keuangan dengan prinsip syariah, cakupan reformasi yang diamanatkan dalam undang-undang P2SK meliputi amanat pengaturan atas perluasan bisnis dan spin off unit usaha syariah, baik di sektor perbankan, pasar modal pasar modal maupun industri keuangan nonbank,” ujarnya.
Reformasi tersebut juga perlu menyentuh aspek pemisahan unit usaha syariah yang telah mulai persyaratan tertentu. Antara lain usaha dalam perbankan syariah, penjaminan syariah, maupun asuransi syariah.
Selain itu, perluasan ruang lingkup perbankan syariah juga harus memberikan keleluasaan bagi para pelaku jasa keuangan agar mereka dapat mengembangkan usahanya melalui perluasan perluasan lingkup.
“Kemudian dapat membuka peluang kerja sama dengan mengoptimalkan skema dukungan terhadap resharing financing integrasi bisnis perbankan syariah dengan ekonomi digital. Sehingga biaya operasional bisa lebih efisien dan menekan margin pembiayaan perbankan syariah,” ujarnya.
Arief pun menilai UU P2SK juga membuka perekonomian syariah sebagai Nazir Wakaf atau pengelola aset wakaf. Hal ini untuk memperkuat peran bank syariah sebagai institusi yang bisa menyelesaikan berbagai masalah ekonomi dan sosial.
“Hal ini menjadi salah satu pilihan utama nasional dan menghadapi berbagai tantangan,” ujar Arief.
Sebagai informasi, Badan Wakaf Indonesia Nadzir wakaf adalah orang atau badan hukum yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sesuai dengan wujud serta tujuan wakaf tersebut.