Fenomena Populisme di Ranah Politik Hambat Tujuan Demokrasi

by -138 Views
Fenomena Populisme di Ranah Politik Hambat Tujuan Demokrasi
Pengendara roda dua melintas di depan alat peraga kampanye (APK) di Pandeglang, Banten(Antara)

FENOMENA populisme dalam kancah politik dalam negeri dinilai menghambat tujuan demokrasi yang sehat dan bermartabat sebagai fondasi masyarakat adil dan sejahtera. Pakar Komunikasi Politik  Benny Susetyo menyebut perlu tindakan nyata untuk memperjuangkan demokrasi yang benar-benar untuk kepentingan rakyat banyak

“Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjaga dan memperkuat demokrasi, sehingga dapat terus berfungsi sebagai sistem yang melindungi dan melayani seluruh rakyat,” katanya dalam keterangan resminya, Jumat (12/7).

Ditambahkannya, Paus Fransiskus menyampaikan keprihatinannya tentang keadaan demokrasi dunia yang dinilai tidak dalam kondisi baik. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya refleksi mendalam terhadap berbagai tantangan yang dihadapi sistem demokrasi di berbagai belahan dunia. 

Baca juga : Komisioner KPU Baru Harus Bebas dari Kepentingan dan Berintegritas

Dirinya melanjutkan penting untuk mendalami fenomena populisme, peran teknologi digital dalam politik, serta bagaimana nilai-nilai fundamental dapat memulihkan dan mempertahankan demokrasi yang bermartabat. Populisme adalah sebuah pendekatan politik yang bertujuan untuk menarik dukungan dari rakyat dengan menggunakan retorika anti-kemapanan dan pro-rakyat. 

Para politisi populis sering kali mengumbar janji-janji manis yang tidak realistis, hanya untuk meraih dukungan tanpa benar-benar menawarkan solusi yang konkret. Fenomena ini menjadi ancaman nyata terhadap integritas demokrasi karena mengaburkan garis antara janji dan kenyataan. Populisme sering kali mengandalkan retorika yang membangkitkan emosi dan ketidakpuasan rakyat. 

Dijelaskan oleh Benny, para politisi populis menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan menyentuh isu-isu yang sensitif bagi masyarakat. Namun, di balik semua itu, program-program yang mereka usung sering kali tidak realistis dan hanya mempermainkan harapan rakyat. 

Baca juga : Kemunculan RUU Wantimpres Dinilai Memperlihatkan Adanya Unsur Pesanan

“Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi korban dari janji-janji yang tidak terpenuhi, yang pada akhirnya merusak kepercayaan mereka terhadap sistem demokrasi itu sendiri. Dalam dunia yang semakin terhubung oleh teknologi digital, para politisi populis memanfaatkan media digital untuk menciptakan citra diri yang dekat dengan rakyat. Mereka menggunakan metode-metode teknologi mutakhir untuk mempengaruhi opini publik dan menggiring massa,” paparnya.

Kampanye-kampanye populis ini, dilanjutkannya, sering kali memanfaatkan emosi dan ketidakpuasan rakyat, tanpa menawarkan solusi yang nyata dan berkelanjutan.  Penggunaan media sosial dan platform digital lainnya memungkinkan politisi untuk menjangkau audiens yang lebih luas dengan biaya yang relatif rendah. 

“Mereka dapat menyebarkan pesan-pesan populis dengan cepat dan efektif, menciptakan ilusi bahwa mereka adalah pemimpin yang benar-benar peduli dan dekat dengan rakyat,” imbuhnya. 

Baca juga : Pemberhentian Dekan FK Unair Bisa Matikan Kebebasan Demokrasi

Namun, di balik fasad ini, sering kali tersembunyi agenda-agenda pribadi dan kepentingan politik yang tidak selaras dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Paus Fransiskus menekankan bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan nalar demokrasi. Ini berarti rakyat harus memilih pemimpinnya berdasarkan rekam jejak yang baik dan tanggung jawab moral untuk memperjuangkan kesejahteraan mereka. 

“Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki janji-janji yang realistis dan terukur, bukan janji-janji yang penuh dengan kepalsuan,” tambahnya. 

Dalam demokrasi yang sehat, proses pemilihan pemimpin harus didasarkan pada pertimbangan rasional dan fakta-fakta yang objektif. Rakyat harus mampu mengevaluasi rekam jejak dan kredibilitas para kandidat secara kritis. Mereka harus mempertimbangkan apakah janji-janji yang disampaikan dapat diwujudkan dan apakah kandidat tersebut memiliki kapasitas dan komitmen untuk melayani masyarakat dengan baik. 

Baca juga : Pengamat Menilai Blusukan Gibran di Jakarta Syarat Muatan Politis

Sayangnya, populisme politik sering kali menjerumuskan rakyat miskin menjadi korban dari cara-cara berpolitik yang manipulatif. Janji-janji populis yang tidak realistis hanya akan memperburuk kondisi masyarakat yang sudah rentan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk membangun kesadaran akan pentingnya nalar demokrasi dan rasionalitas dalam memilih pemimpin.

“Peringatan Paus Fransiskus menjadi sangat penting bagi kita dalam upaya menciptakan kembali demokrasi yang bermartabat. Demokrasi yang bermartabat adalah demokrasi yang mengedepankan cita-cita luhur untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Bagaimana negara hadir untuk memberi rasa aman, pendidikan yang mencerdaskan, dan berperan dalam memperjuangkan perdamaian dunia, semuanya harus menjadi bagian dari visi para pemimpin,” jelasnya.

Ia menerangkan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan melayani rakyatnya. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap warga negara merasa aman dan terlindungi. 

“Selain itu, negara juga harus menyediakan pendidikan yang berkualitas dan mencerdaskan, sehingga masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan demokratis,” tegasnya. 

Dalam konteks global, negara juga harus berperan dalam upaya perdamaian dunia, menciptakan hubungan internasional yang harmonis dan menghindari konflik. Konstitusi harus menjadi hukum tertinggi dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. 

Setiap keputusan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah harus didasarkan pada konstitusi yang menjamin hak-hak dasar dan kebebasan warga negara. Konstitusi harus menjadi panduan utama dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan demokratis. 

Dalam konteks Indonesia, nilai-nilai Pancasila harus menjadi filsafat dasar dalam menjalankan demokrasi. Pancasila adalah ideologi yang mengandung nilai-nilai luhur yang harus menjadi dasar dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila harus menjadi sumber dari segala sumber hukum dan aplikasi nilai-nilainya harus dijalankan oleh para pemimpin. Setiap pemimpin harus berpegang teguh pada amanat yang menjadi cita-cita bersama yang dicetuskan oleh para pendiri bangsa. Ketika demokrasi kehilangan nalar sehat, maka ia akan terjebak dalam proses yang seolah-olah demokratis, tetapi sebenarnya tidak membawa kebahagiaan bagi rakyat. 

“Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengembalikan demokrasi yang bermartabat dengan kembali kepada nilai-nilai dasar Pancasila,” jelasnya. 

“Demokrasi membutuhkan masyarakat yang rasional, masyarakat yang memilih pemimpin mereka berdasarkan kedaulatan dan pertimbangan rasional. Penting bagi masyarakat untuk memiliki kemampuan untuk memilih pemimpin yang tidak ingkar janji dan yang antara kata dan perbuatan satu kesatuan. Dalam era digital, sangat penting untuk memutus tali-temali populisme yang hanya mencari kepentingan pribadi dan bukan untuk kepentingan rakyat banyak,” imbuhnya. (Z-8)

Source link