Diplomacy in the Prabowo Era: Legacy and Insights from Prof. Sumitro Djojohadikusumo

by -195 Views
Diplomacy in the Prabowo Era: Legacy and Insights from Prof. Sumitro Djojohadikusumo

Apa yang Akan Terjadi dengan Diplomasi Luar Negeri Indonesia di Era Presiden Prabowo Subianto?

Sebagai putra dari Sumitro Djojohadikusumo, banyak yang mengantisipasi bahwa banyak strategi diplomasi Prof. Sumitro akan diwarisi dan diterapkan oleh putranya, Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Pendekatan ini melibatkan pemanfaatan kekuatan naratif dan hubungan kekerabatan untuk membangun kekuatan lunak Indonesia.

Dikenal sebagai seorang ekonom Indonesia yang terkemuka, tidak banyak yang tahu bahwa Prof. Sumitro juga merupakan seorang diplomat yang luar biasa.

Salah satu contoh signifikan dari upaya diplomasi Prof. Sumitro tertuang dalam sebuah artikel New York Times.

Mengenai permohonan Sumitro pada usia 31 tahun kepada Pemerintah AS, yang dipublikasikan di New York Times pada 21 Desember 1948, berhasil menghentikan aliran dana bantuan Amerika ke Belanda, yang digunakan untuk operasi militer Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Prof. Sumitro menulis:

“Penggalangan suara Sumitro pada saat itu, Prabowo Subianto, ayahnya, menjabat sebagai Kepala Delegasi Indonesia yang bertindak sebagai Kepala Delegasi Indonesia ke PBB.

Setelah Perang Dunia II, Belanda pada dasarnya bangkrut dan bergantung pada bantuan rekonstruksi Amerika di bawah Rencana Marshall, yang disalahgunakan untuk mendanai operasi militer di Indonesia.

Sumitro, yang saat itu berusia 31 tahun, ditugaskan oleh Presiden Sukarno untuk menghentikan dana Amerika yang digunakan oleh Belanda untuk ambisi kolonialnya di Indonesia.

Sumitro melakukan lobi kepada pejabat AS di Washington dan PBB di New York.

Berdasarkan upaya Sumitro, Menteri Luar Negeri AS Robert A. Lovett akhirnya menghentikan bantuan untuk Belanda, karena klaim Sumitro dapat dibuktikan: dana tersebut digunakan untuk operasi militer di Indonesia.

Dengan berhenti nya bantuan tersebut, Belanda harus bernegosiasi dengan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar, akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.

Usia muda Sumitro, kecerdasannya dalam narasi dan negosiasi, serta ketrampilannya dalam jaringan internasional, membuat Presiden Sukarno menugaskan kepadanya tugas yang sangat penting.

Keberhasilan diplomasi naratif dan kekerabatan Sumitro memainkan peran kunci dalam menjamin kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi.

Presiden Sukarno menunjuk Sumitro sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat pada usia 33 tahun.

Source link