Perdagangan manusia atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sering terjadi di kos-kosan dan hotel di Jakarta selama tahun 2024 dan 2025. Sebuah acara seminar daring yang dihadiri oleh Tenaga Ahli Pemenuhan Hak Korban Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi DKI Jakarta, Wulansari, mengungkapkan bahwa dari 87 kasus TPPO pada tahun 2024, 36 kasus terjadi di kos-kosan dan 35 kasus terjadi di hotel. Di tahun 2025, data hingga tanggal 10 Juni menunjukkan total 60 kasus TPPO, dengan 25 kasus terjadi di kosan-kosan dan 22 kasus terjadi di hotel.
Menariknya, angka kasus TPPO pada tahun 2024 dan 2025 menurun dibandingkan dengan tahun 2020 dan 2021, yang mencapai 125 dan 273 kasus. Namun, menurut Wulansari, penurunan ini bukan disebabkan oleh berkurangnya kasus, melainkan karena penurunan dalam pelaporan kasus. Peran masyarakat dalam melaporkan aktivitas yang mencurigakan menjadi sangat penting dalam menemukan kasus-kasus tersebut.
Pelaku TPPO sering kali menggunakan relasi romantika sebagai modus operandi. Mereka dapat memanfaatkan hubungan tersebut untuk memaksa korban terlibat dalam kegiatan eksploitasi seksual, seperti layanan prostitusi daring. Oleh karena itu, pengetahuan masyarakat tentang tanda-tanda potensial dari perdagangan manusia serta kesadaran untuk melaporkan kasus-kasus yang mencurigakan menjadi kunci dalam memerangi fenomena ini.
Selama masa pandemi COVID-19 pada tahun 2020 dan 2021, operasi penggrebekan yang dilakukan oleh pihak berwenang sering kali mengungkap kasus-kasus TPPO yang terkait dengan pelanggaran aturan dan eksplotasi seksual anak. Namun, saat ini, temuan kasus sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan kecurigaan tentang praktik perdagangan manusia. Hal ini menegaskan perlunya kesadaran dan partisipasi masyarakat secara aktif dalam melindungi korban TPPO dan mencegah praktik yang merusak ini terjadi.