Malam Syahdu Jazz Gunung 2025: Kolaborasi Jazz Prancis di Bromo

by -15 Views

Pada malam yang dingin di desa Wonokerto, Sekapura, Kabupaten Probolinggo, panggung terbuka di lereng Gunung Bromo menjadi saksi perhelatan budaya yang tak biasa. Dikelilingi pepohonan cemara yang menjulang, para penonton dari berbagai kalangan berkumpul di Amphitheatre Jhiwa Jawa untuk menyaksikan pertunjukan musik yang istimewa. Dari balita hingga para lansia, semuanya hadir dengan semangat yang sama—untuk menikmati musik dari negeri jauh, Prancis, yang telah menjelma menjadi bagian dari lanskap Tengger yang hening.

Pada Sabtu malam itu, Rouge, trio jazz kontemporer dari Prancis, mengeksekusi musiknya tanpa kata-kata yang banyak. Dengan Madeleine Cazenave di piano, Sylvain Didou di kontrabas, dan Boris Louvet di drum dan elektronik, mereka menampilkan pertunjukan meditatif yang memukau penonton. Dalam festival Jazz Gunung yang sudah berusia 17 tahun, Rouge membawa sentuhan keintiman dan kehangatan yang luar biasa.

Malam itu, penampilan Rouge bukan hanya sekadar konser musik. Mereka membawa alunan yang menyatu dengan alam sekitar, senja yang merah keemasan mengalir dalam musik mereka. Di tengah cuaca yang menusuk tulang, penonton dari berbagai usia terhipnotis oleh musik Rouge yang tak hanya menghangatkan, namun juga membangun konektivitas emosi yang dalam.

Tak satu pun penonton meninggalkan tempat duduknya meski suhu turun hingga 12 derajat Celsius. Seorang ibu merasa tenang, seorang pria menemukan kedamaian, dan semua penonton tersentuh dengan musik yang berbicara dalam keheningan. Rouge hadir bukan hanya sebagai konser musik, tapi juga sebagai peristiwa kultural yang tak terlupakan.

Dalam rangka perayaan 75 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Prancis, penampilan Rouge menjadi jembatan budaya yang menggairahkan. Mereka belajar tentang cara masyarakat Tengger mendengar, bagaimana alam Bromo ikut menyatu dalam musik mereka. Rouge tidak hanya datang untuk tampil, tapi juga untuk merasakan dan memberi demi sebuah pertunjukan yang tak terlupakan.

Di akhir perjalanan musik syahdu malam itu, penonton terdiam dalam keheningan yang panjang. Seperti perjalanan spiritual yang butuh waktu untuk diakhiri, musik Rouge meresap dalam batin mereka. Di desa dingin dan tinggi, di bawah langit berlapis kabut, harmoni dari Prancis menemukan rumah barunya di tengah keheningan warga Tengger dan dalam hati setiap penonton yang memilih bertahan hingga akhir.

Source link