Film Seribu Bayang Purnama, karya sutradara Yahdi Jamhur, telah berhasil tayang di berbagai kota di Indonesia dan mendapat sambutan positif dari penikmat sinematografi. Film ini mengangkat kehidupan petani di Yogyakarta dan berbagai masalah yang dihadapi, terutama terkait dengan kapitalisme dan marginalisasi petani. Dengan lokasi syuting yang indah, film ini berhasil memberikan gambaran yang kuat mengenai kehidupan petani serta menyoroti berbagai persoalan dalam sektor pertanian Indonesia.
Sutradara Yahdi Jamhur menjelaskan bahwa film Seribu Bayang Purnama lahir dari keinginan untuk memberikan alternatif solusi terhadap kompleksitas pertanian di Indonesia. Berdasarkan kisah nyata, film ini menyoroti tentang usaha petani untuk mencapai swasembada pangan dengan cara yang lebih berkelanjutan. Melalui proses syuting yang melibatkan petani asli, Yahdi berharap masyarakat dapat lebih memahami realitas dunia pertanian Indonesia dan masalah yang dihadapi oleh petani.
Film ini juga berhasil mengangkat tema pertanian dan menghadirkan pesan yang kuat tentang pentingnya petani bagi ketahanan pangan nasional. Dengan karakter Putro sebagai simbol petani masa depan, film ini mencoba menginspirasi generasi muda untuk terlibat dalam dunia pertanian dan menerapkan metode pertanian alami. Dukungan dari produser eksekutif yang peduli terhadap pertanian alami turut melatarbelakangi proses pembuatan film ini, yang menghadirkan narasi yang kuat tentang perjuangan petani dan konflik dengan pihak-pihak yang merugikan dalam sektor pertanian.
Melalui alur cerita yang kuat dan penokohan yang mendalam, film Seribu Bayang Purnama berhasil mengangkat isu-isu penting dalam dunia pertanian Indonesia dan mengedukasi masyarakat mengenai derita para petani. Diharapkan, melalui film ini, pemirsa dapat lebih memahami tantangan yang dihadapi oleh petani serta pentingnya peran mereka dalam penyediaan pangan nasional.