Perlunya Pemetaan Sumber Protein Lokal dalam Upaya Mencegah Stunting

by -391 Views
Perlunya Pemetaan Sumber Protein Lokal dalam Upaya Mencegah Stunting

Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas, Jarot Indarto, mengungkapkan perlunya pemetaan ketersediaan sumber protein pangan lokal sebagai upaya efektif dalam mencegah stunting.

“Beberapa daerah mengalami kendala dalam ketersediaan ikan atau sumber protein hewani lainnya, dan harganya pun menjadi mahal. Oleh karena itu, diperlukan prioritas dalam memetakan ketersediaan komoditas pangan di suatu wilayah agar sumber protein hewani yang terjangkau bisa diprioritaskan,” ujar Jarot di Jakarta pada Jumat (20/10/2023).

Ia menambahkan bahwa hal ini merupakan tugas bersama, karena konsumsi pangan lokal, termasuk pangan hewani, masih rendah. Pemetaan ini akan sangat membantu desa dalam menyusun program pencegahan stunting yang efektif dengan alokasi dana desa sebesar 20 persen.

Selain itu, Jarot juga mengatakan bahwa masalah sanitasi menjadi faktor penting dalam mencegah stunting dan memenuhi kebutuhan air untuk produksi dan konsumsi pangan masyarakat.

“Masalah ini juga terjadi di pulau-pulau terpencil. Salah satu prioritas kami adalah mencegah krisis energi, pangan, dan air,” tambah Jarot.

Data yang dirilis oleh Bagian Kelautan dan Perikanan Bappenas menunjukkan peningkatan jumlah tangkapan ikan antara tahun 2018 hingga 2022. Namun, konsumsi ikan oleh masyarakat tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

Jarot mengakui bahwa masih terdapat ketidakseimbangan antara ketersediaan dan permintaan produksi serta konsumsi ikan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya infrastruktur rantai dingin sehingga ikan mudah rusak dan tidak tahan lama.

Selain itu, distribusi ikan juga belum bisa mencapai wilayah-wilayah terpencil. Terbatasnya akses, penurunan daya beli, serta preferensi masyarakat juga berperan dalam tingkat konsumsi ikan yang stagnan dalam 15 tahun terakhir.

Umi Fahmida, salah satu peneliti senior dari Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Center for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON), yang juga menjadi Country Lead Action Against Stunting Hub (AASH) Indonesia, menyebut bahwa pemetaan potensi pangan lokal pernah dilakukan di 50 kabupaten prioritas stunting.

Hasil pemetaan tersebut mengungkapkan bahwa sebagian besar anak usia balita kekurangan zat besi, kalsium, seng, dan asam folat (disebut “Bekal Solat”). Pemetaan ini didasarkan pada data aktual konsumsi masyarakat setempat sehingga rekomendasi yang dihasilkan mencakup sumber protein hewani lokal yang tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat.

“Pesan gizi yang disampaikan kepada ibu harus lebih spesifik, tidak hanya tentang pangan sumber protein, atau hanya terpaku pada satu sumber seperti telur. Perlu adanya diversifikasi pangan hewani sehingga selain protein, kebutuhan zat gizi mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak bisa terpenuhi,” kata Umi.

Umi juga berharap hasil penelitian AASH ini dapat memberikan kontribusi dalam mengisi kekurangan informasi dan memberikan masukan berbasis data untuk pembuatan kebijakan terkait pencegahan stunting dengan meningkatkan dan memperbaiki rantai pasokan pangan sumber protein hewani.

Penelitian AASH melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti ahli gizi, peternakan, ekonomi pertanian, dan lingkungan pangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam strategi peningkatan konsumsi pangan yang lebih efektif.

Umi juga menekankan bahwa melibatkan seluruh sektor dari hulu ke hilir sangat penting dalam peningkatan konsumsi pangan, baik dalam memastikan produksi dan ketersediaan pangan yang cukup, harga yang terjangkau, maupun edukasi mengenai pangan lokal yang mengandung gizi yang cukup.

Sumber: Antara.