Catatan Akhir Tahun tentang Pendidikan Kita

by -153 Views
Catatan Akhir Tahun tentang Pendidikan Kita

Oleh: Nanang Sumanang, Guru Sekolah Indonesia Davao-Filipina

Setelah subuh, sambil meminum segelas kecil kopi pahit, iseng-iseng saya membaca hasil Programe for International Students Assessment (PISA) Vol I tahun 2022, yang diterbitkan oleh The Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) sebuah organisasi internasional yang bekerja untuk membantu membangun kebijakan-kebijakan yang lebih baik agar kehidupan juga menjadi lebih baik yang membuat banyak laporan dari berbagai bidang dari berbagai negara. Sebagai guru biasa, tentunya yang pertama kali dilihat dari laporan PISA tahun ini adalah bidang pendidikan, dan hasilnya memang sudah bisa diprediksi bahwa peringkat pendidikan kita di dunia internasional tidak akan jauh-jauh dari peringkat tahun-tahun sebelumnya. Dari sekitar 80-an negara di dunia yang ditelitinya oleh OECD, dalam bidang matematika, Indonesia menempati urutan ke-70, dengan skor rata-rata 366, yang skornya hampir sama dengan negara-negara Alabania, Palestina, Maroko, Uzbekistan, dan Yordania. Dalam bidang membaca Indonesia menempati urutan ke-71, dengan skor rata-rata 359, hampir sama dengan negara-negara Ajerbaijan, El-Salvador, Macedonia Utara. Dalam bidang sains urutan Indonesia lebih baik sedikit dari kedua bidang sebelumnya yaitu pada urutan ke-68, dengan skor rata-rata 383, mirip dengan negara Panama, Georgia, Azerbaijan, dan Macedonia Utara. Sejujurnya, walaupun sudah bisa diprediksi bahwa Indonesia tidak akan ada kenaikan yang signifikan dalam peringkat PISA tahun 2022, tetapi kenyataannya  terasa lebih pahit dari kopi pahit yang saya minum. Singapura, negara tetangga kita menjadi satu-satunya negara yang konsisten menduduki peringkat pertama dari seluruh negara-negara yang diteliti oleh OECD dengan skor untuk tahun ini; matematika skor 575, membaca skor 543, dan sains dengan skor 561. Sementara negara-negara di Asia lainnya yang tingkatnya jauh melampaui skor rata-rata selain Singapura adalah Hongkong, Jepang, Korea, Macao, dan Taipeh. Barangkali untuk mencari pembenaran tentang kondisi pendidikan kita, seharusnya kita juga harus membuka bidang-bidang lainnya, karena pendidikan di Indonesia tidak akan pernah bisa berdiri sendiri, dia sangat terkait dengan bidang-bidang lainnya, baik politik, sosial, budaya, kesehatan, gizi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sebagainya, ditambah lagi dengan adanya COVID-19 juga turut berpengaruh terhadap kondisi Pendidikan Indonesia saat ini. Tentu saja bukan pemerintah tidak melakukan apa-apa. Pemerintah sudah banyak melakukan upaya-upaya untuk terus memperbaiki kualitas pendidikan kita, seperti; Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, Guru Penggerak, Sekolah Penggerak dan lain sebagainya. Di tengah-tengah upaya pemerintah untuk memperbaiki sistim pendidikan kita, juga teramat sering kita mendapatkan video-video yang dishare oleh teman-teman kita, dan meminta untuk diviralkan, baik dalam group maupun secara personal yang berisi kasus-kasus perundungan. Perundungan baik yang dilakukan oleh antar siswa, guru dan siswa, maupun orang tua/ wali murid terhadap guru, dimana semua kasus-kasus tersebuat biasanya akan diselesaikan secara kekeluargaan, tanpa membawa ke ranah hukum. Sementara dalam berbagai kegiatan kampanye di berbagai daerah di Indonesia, para capres dan cawapres sering mendapatkan pengaduan nasib mengenaskan dari para guru honor yang mengadukan nasibnya dengan penuh harapan agar ketika menjabat nanti, pemerintah bisa mengalokasikan dana yang cukup untuk meningkatkan kesejahteraan para guru honor yang jumlahnya cukup banyak. Dalam sebuah dialog dengan salah satu capres di Mataram, ada seorang guru honorer yang menceritakan bahwa gajinya dibayar setiap 3 bulan sekali sebanyak Rp 600.000, yang artinya bahwa dia menerima honor dalam satu bulan hanya Rp 200.000 saja. Sebuah pendapatan yang sangat tidak sesuai dengan tanggung jawab sebagai guru.